Konsep Persatuan Dalam Islam (7)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. 49:13)

Setelah panggilan yang berulang-ulang kepada orang-orang yang beriman; setelah mereka dibawa ke cakrawala etika psikologis dan sosial yang tinggi dan terang; setelah dibangun pagar jaminan yang kuat untuk melindungi kemuliaan, kebebasan, dan kehormatan manusia, dan semua ini terlaksana dengan perasaan yang digugah al-Qur’an dalam jiwa mereka, dengan perasaan diawasi Allah dan takwa kepada-Nya…

Setelah melalui jenjang-jenjang menuju cakrawala yang tinggi itu, maka al-Qur’an mengajak semua manusia dengan semua ras dan warna kulitnya, untuk kembali kepada satu pokok dan satu kriteria yang menjadi landasan berdirinya komunitas terpilih yang menanjak menuju cakrawala yang tinggi:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (13)

Wahai manusia! Wahai makhluk yang berbeda-beda ras dan warna kulitnya, yang terpisah-pisah menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku, sesungguhnya kalian berasal dari asal yang sama, maka janganlah kalian berselisih, berpecah belah, bersengketa, dan berpisah-pisah.

Wahai manusia! Yang memanggil kalian ini adalah Tuhan yang menciptakan kalian. Wahai manusia, laki-laki dan perempuan! Dia memberitahumu tujuan kalian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tujuannya bukan untuk saling menjagal dan memusuhi, melainkan untuk saling mengenal dan hidup harmonis. Perbedaan bahasa, warna kulit, watak, akhlak, potensi, dan kesiapan, merupakan perbedaan yang tidak mesti berujung pada perselisihan dan perpecahan. Sebaliknya, ia menuntut kerjasama untuk memikul semua tugas dan memenuhi semua kebutuhan. Warna kulit, ras, bahasa, tanah air, dan semua hal yang semakna tidak punya nilai di dalam kriteria Allah, karena yang ada hanya satu kriteria yang menjadi dasar nilai-nilai ditetapkan dan keutamaan manusia diketahui, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu..” orang yang sejatinya mulia adalah yang mulia di sisi Allah. Dia menimbang kalian atas dasar pengetahuan tentang nilai-nilai dan kriteria-kriteria, ‘Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (13)

Demikianlah, semua faktor perbedaan itu runtuh dan semua nilai itu gugur, lalu naiklah satu kriteria dengan satu nilai. Kepada kriteria inilah manusia mengembalikan keputusan, dan kepada nilai inilah dikembalikan perselisihan manusia dalam hal kriteria.

Demikianlah. Semua penyebab perselisihan dan permusuhan di muka bumi ini menjadi surut. Semua nilai yang dipersengketakan manusia menjadi tidak berlaku. Tampaklah penyebab persatuan dan kerjasama yang besar dan jelas: uluhiyah Allah bagi semua manusia dan penciptaan mereka dari satu bahan dasar. Sebagaimana satu bendera naik dimana semua orang berlomba untuk berdiri di bawahnya: bendera takwa di bawah naungan Allah. Inilah bendera yang dikibarkan Islam untuk menyelamatkan manusia dari bencana rasisme, fanatisme kedaerahan, fanatisme kesukuan, dan fanatisme keluarga. Seluruhnya berasal dari jahiliyyah dan kembali kepadanya, yang memakai beragam bungkus, dan disebut dengan banyak nama, namun pada hakikatnya adalah jahiliyah yang telanjang dari Islam!

Islam memerangi fanatisme jahiliyah dalam setiap bentuknya, untuk menegakkan sistem humanis universalnya di bawah naungan satu panji: panji Allah, bukan panji nasionalisme, bukan panji kebangsaan, bukan panji dinasti keluarga, dan bukan panji ras. Jadi, seluruhnya adalah panji-panji palsu dan tidak dikenal oleh Islam.

Rasulullah saw bersabda, “Kalian semua adalah anak-anak Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah liat. Hendaklah suatu kaum berhenti membanggakan nenek moyang mereka, atau ia menjadi lebih hina di sisi Allah daripada kotoran keledai.”

Rasulullah saw juga bersabda tentang fanatisme jahiliyah, “Tinggalkan fanatisme jahiliyah, karena ia busuk.”

Inilah fondasi bangunan masyarakat Islami, masyarakat insani universal. Umat manusia dalam imajinasinya yang melayang-layang hendak merealisasikan salah satu warnanya tetapi mereka gagal, karena manusia tidak menempuh satu jalan yang efektif dan lurus, yaitu jalan menuju Allah. Dan karena umat manusia tidak berdiri di bawah satu panji yang menaungi semuanya, yaitu panji Allah.