Salah satu karakter da’wah Islam ialah Islamiyyah qobla Jama’iyyah (= Islamisasi sebelum Strukturisasi). Artinya, tugas para penyeru manusia ke jalan Allah ta’aala ialah menanamkan nilai-nilai Islam sebelum segala sesuatu selainnya. Termasuk sebelum mengajak manusia bergabung ke dalam jama’ah, organisasi, himpunan atau partai.
Karakter ini sangat penting dipelihara oleh setiap aktivis da’wah. Sebab bilamana karakter ini diabaikan, maka bisa dipastikan kegiatan da’wah Islam akan melenceng dari asholah (orisinalitas) jalan yang telah ditempuh para Nabi dan Rasul ’alihimus-salaam kiriman Allah ta’aala. Coba lihat betapa seringnya para Nabi ’alihimus-salaam menekankan kepada kaumnya masing-masing seruan sebagai berikut:
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ
”..maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS Asy-Syuaraa ayat 108)
Para Nabi ’alihimus-salaam yang jelas-jelas memperoleh sertifikat kenabian langsung dari Allah ta’aala tidak pernah menuntut ketaatan kaumnya kepada dirinya sebelum kaumnya terlebih dahulu bertaqwa kepada Allah ta’aala dengan benar dan mantap. Sebab taqwa kepada Allah ta’aala merupakan fondasi bagi segala sesuatu. Jika seseorang telah bertaqwa kepada Allah ta’aala, maka ketaatannya kepada Nabiyullah ’alihimus-salaam menjadi ketaatan yang kokoh dan beralasan. Padahal aktivitas da’wah para Nabi ’alihimus-salaam jelas-jelas memperoleh legalitas formal dari Allah ta’aala pencipta jagat raya. Artinya, para Nabi ’alihimus-salaam memang dipersiapkan Allah ta’aala untuk menjadi penyeru da’wah yang terjamin ke-amanah-an dan kemampuan berda’wahnya.
Namun sesudah tertutupnya pintu kenabian, ummat Islam tetap diwajibkan berda’wah Islam mengajak sebanyak mungkin manusia mengikuti jalan Allah ta’aala penuh rahmat dan keselamatan dunia-akhirat. Bila para aktivis da’wah Islam ingin sukses dan benar dalam berda’wah sudah barang tentu mereka harus konsisten menempuh jalan da’wah sesuai contoh para Nabiyullah ’alihimus-salaam terdahulu. Khususnya bagi ummat Islam alias ummat akhir zaman, mereka wajib meneladani jalan da’wah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sebagaimana Nabi-nabi ’alihimus-salaam terdahulu juga mengajak manusia untuk bertaqwa kepada Allah ta’aala sebelum segala sesuatu hal lainnya. Termasuk sebelum menuntut manusia mentaati diri beliau. Sehingga Allah ta’aala menurunkan ayat yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam akan berakhir serupa dengan Nabi-nabi ’alihimus-salaam sebelumnya, yakni meninggal dunia. Dan apakah karena ia wafat manusia akan kembali menjadi murtad? Padahal kewajiban setiap manusia adalah manghamba kepada Allah ta’aala yang Maha Hidup dan Maha Kekal.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah ta’aala sedikitpun; dan Allah ta’aala akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran ayat 144)
Ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam wafat, sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu sempatshock menerima kenyataan meninggalnya manusia yang paling ia cintai di muka bumi. Ia sempat mengancam dengan pedangnya siapa yang berani mengatakan bahwa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam telah wafat. Tidak seorang sahabatpun yang berani menegurnya. Maka datanglah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ’anhu membacakan ayat di atas kepada Umar radhiyallahu ’anhu. Lalu Abu Bakar radhiyallahu ’anhu berkata: ”Barangsiapa ingin menyembah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, maka Muhamad shollallahu ’alaih wa sallam telah wafat. Barangsiapa yang ingin tetap menyembah Allah ta’aala, maka Dia Maha Hidup Dan Abadi.” Barulah sesudah itu Umar radhiyallahu ’anhu tersungkur dan menangis. Umar radhiyallahu ’anhu kemudian berkata: ”Seolah ayat tersebut baru saja diwahyukan ketika Abu Bakar radhiyallahu ’anhu membacakannya.”
Subhaanallah…! Demikian kokohnya pendidikan yang ditanamkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada para sahabat. Mereka mencintai Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih dari siapapun. Namun ketika ajal menjemput Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, maka tampillah di antara mereka sahabat yang paling kokoh dan tertib keimanannya mengingatkan yang lainnya bahwa bertaqwa, cinta dan taat kepada Allah ta’aala tidak boleh dikalahkan oleh apapun. Sekalipun oleh kecintaan kepada pemimpin atau qiyadah ummat, yakni Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.