Seakan melupakan rasa sakit, beliau mengejar sepeda motor itu dan sempat menghafal plat motor. Begitu tersadar rupa rupanya darah sudah mengalir deras. Sang supir bersaksi, bahwa saat kejadian yang diincar dan yang ditembak adalah Al Banna, demikian pun sang supir ketakutan luar biasa dan gemetaran. Sementara Al Banna yang menjadi korban penembakan masih sempat berlari dan mengingat plat nomor kendaraan penembak. Subhanallah….
Akhirnya dengan kondisi luka tembak yang mengakibatkan darah mengucur deras, Al Banna dibawa ke sebuah rumah sakit. Tetapi sekali lagi (bukti bahwa konspirasi itu direncanakan sangat detail dan matang), sepanjang di rumah sakit itu Al Banna tidak segera mendapatkan perawatan medis segera. Tentu hal ini, menyebabkan Al Banna kehilangan darah yang sangat banyak dan akhirnya meninggal dunia.
Begitupun, untuk prosesi mengambil jenazah, memandikan, mensholatkan hingga menguburkannya, pihak keamanan mendesain sedemikian rupa dengan melarang orang laki laki ikut membantu. Tinggallah seorang Bapaknya Al Banna yang sudah renta (usia 90 thn) yang mengurusi jenazah Al Banna dibantu anak anak/ Saudara perempuan Al Banna seorang diri. Bisa dibayangkan bagaimana kerepotan dari seorang ayah dan saudara perempuannya mengurusi jenazah Al Banna dari A – Z. Mengangkat keranda hanya mereka, sementara pihak keamanan mengisolir arah pengarakan jenazah ke liang lahat. Setiap ada seorang laki laki selain bapaknya Al Banna yang membantu langsung ditangkap, bahkan untuk sekedar mengucapkan takziyah atau sekedar membaca doa di liang lahat Al Banna pun diharamkan pihak keamanan (dengan resiko langsung ditangkap).
Syahdan, di sebuah negeri barat yang berjarak ribuan kilometer dari Mesir, yang terpisahkan samudera dan lautan yang luas, seorang mahasiswa Sayyid Quthb sedang menuntut ilmu. Hingga pada suatu ketika, dia merasa heran dan bingung dengan tingkah polah orang barat kala itu. Mereka semua berpesta pora, berkeliling kota dan merayakan kematian seorang Al Banna.
Hal ini mengusik hati Sayyid Quthb kala itu. Kematiannya saja sedemikian meriah perayaannya, berarti orang yang mati ini bukanlah orang sembarangan, gumam Sayid Quthb di hatinya. Hingga akhirnya dia bertekad untuk mencari tahu siapa gerangan, orang yang meninggal itu.
Singkat cerita, Sayyid Quthb pun terpesona dan tertarik pada Al Banna dan IM-nya. Akhirnya beliau pun bergabung menjadi bagian dari IM sampai akhir hayatnya. Kematian Sayyid Quthb pun sangat indah mengikuti kematian Murrobinya (Al Banna). Digantung di tiang gantungan oleh penguasa diktator Mesir.
Malam sebelum esoknya akan digantung, Sayyid Quthb didatangi petugas penjara. Dia menawari kepada Sayyid Quthb sebuah pernyataan dan diminta Sayyid Quthb untuk menandatanganinya. Dengan tegas dan menjadi teladan, Sayyid Quthb berkata jari saya, yang setiap hari digunakan untuk menunjukan kebesaran Allah dan saksi syahadat kepada Rosulullah kala tahiyat di setiap sholat saya pantang digunakan untuk menandatangani untuk mengakui kebenaran seorang diktator. Keesokan harinya, beliau pun akhirnya digantung. Sayyid Quthb mempunyai karya besar yang sering digunakan dan dijadikan referensi da’i sekarang ini ialah menulis Tafsir Dibawah Nauangan Al Qur’an (Fii Zhilalil Qur’an). Karya fenomenal itu dibuat Sayyid Quthb selama di penjara. (kompasiana)
======
Dalam kesendirian saya berdo’a, Ya Allah semoga kematian saya adalah kematian terindah dan bisa mencerahkan orang. Ya Allah semoga kehidupan sayapun semoga bisa mencerahkan orang, Ya Allah saya berlindung atas kemaksiatan orang lain karena mati ku dan karena hidupku…. Amin Ya Robb,,
Referensi :
1. Film dokumenter ” a true story who killed hasan al banna ( Perjalanan Lelaki Syurga) – NCR Production;
2. Buku ‘ Persembahan Cinta Istri Hasan Al Banna – Muhammad Lili Nur Aulia – Tarbawi Press;
3. Referensi pengayaan buku ” Aku & Ikhwanul Muslimin” karya Yusuf Qordhowi.