Agenda AS Dibalik Konferensi Donor Rekonstruksi Gaza

Pemerintah AS menyatakan komitmennya untuk memberikan bantuan untuk Palestina sebesar 900 juta dollar, dalam konferensi negara-negara donor berlangsung di Sharm al-Syaikh, Mesir. Tapi dari jumlah bantuan itu, hanya 300 juta dollar yang akan disalurkan untuk pembangunan kembali Jalur Gaza. Selebihnya, sebesar 600 juta dollar akan diberikan pada Mahmud Abbas selaku presiden otoritas Palestina yang didukung Barat.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Wood mengatakan, bantuan untuk rekonstruksi Gaza sebesar 300 juta dollar akan disalurkan melalui badan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya. Wood menegaskan bahwa AS tidak akan menyalurkan bantuan sepeser pun melalui Hamas, meski Hamas sebenarnya pemegang otoritas yang sah pemerintahan Palestina, terutama di Jalur Gaza.

"Hamas tidak akan menerima bantuan ini," tukas Wood pada para wartawan saat tiba di Sharm al-Syaikh Mesir untuk menghadiri konferensi negara-negara donor bagi rekonstruksi Gaza yang digagas oleh Salam Fayyad, perdana menteri Palestina yang ditunjuk Abbas setelah memecat Ismail Haniyah dari Hamas.

Konferensi itu akan menggalang dana rekonstruksi Gaza yang diperkirakan membutuhkan biaya sebesar 2,8 milyar dollar. Fayyad menginginkan seluruh dana bantuan itu disalurkan melalui pemerintahan otoritas Palestina pimpinan Mahmud Abbas dari Fatah, yang selama ini dikenal korup. Namun pihak lain mengusulkan agar dana bantuan disalurkan ke Gaza lewat rekening-rekening bank.

Selain AS yang akan diwakili Menlu Hilarry Clinton, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy juga akan hadir dalam pertemuan negara-negara donor itu. Hama yang memegang peranan penting di Palestina, malah tidak diundang dalam konferensi tersebut.

Kepentingan AS dan Israel

AS punya agenda tersendiri ikut serta dalam konferensi itu. AS menginginkan negara-negara peserta tidak hanya memberikan bantuan dana, tapi juga memberikan dukungan untuk memperkuat pemerintahan Abbas yang selama ini bersikap toleran terhadap Israel dan kemauan Barat dalam konflik Palestina-Israel.

Sejumlah pengamat berpendapat, konferensi negara-negara donor kental dengan kepentingan politik AS dan kepentingan Israel. Apalagi konferensi itu hanya mengikutsertakan pihak Abbas dan tidak menyertakan Hamas.

Marc Gopin dari Institute for Conflict Analysis and Resolution di George Washington University mengatakan konferensi negara-negara donor hanya sebatas upaya untuk menunjukkan kepedulian atas tragedi kemanusiaan di Jalur Gaza tapi tidak memberikan dampak politik yang berarti dalam upaya menyelesaikan konflik Palestina dan Israel atau upaya rekonsiliasi Fatah dan Hamas.

Menurut Gopin, persoalan yang paling penting dan harus segera diselesaikan sebenarnya masalah blokade yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. "Saya kira ini adalah isu yang paling penting dari semua negosiasi yang dilakukan selama ini dalam upaya menghentikan blokade, dan yang seharusnya menjadi perhatian utama utusan AS di Timur Tengah George Mitchell," ujar Gopin.

Hal serupa diungkapkan Saree Makdisi, penulis buku "Palestine Inside Out: An Everyday Occupation". Ia menilai kebijakan AS tidak berubah dalam masalah Palestina dan Hamas, Hilary Clinton dan pendahulunya Condoleezza Rice masih menerapkan kebijakan yang sama.

"Sama sekali tidak ada perubahan pada kebijakan AS, meski pemerintahan baru di Israel sudah menunjukkan sikap yang lebih ‘garang’ terhadap Palestina dan tidak menghormati hukum internasional," kata Makdisi. (ln/aljz)