Utsman bin Affan, sang Dzunnurain (bag 1)

Utsman bin Affan, sang Dzunnurain (bag 1)

Utsman bin Affan sedang membaca Al-Qur’an ketika beberapa orang merangsek ke dalam kamarnya. Ia membaca ayat-ayat suci itu dengan khusyuk dan suara bergetar. Suaranya tidak terlalu terdengar jelas, juga tidak terlalu pelan. Para durjana yang masuk itu memaksanya menghentikan tilawahnya. Tiba-tiba salah seorang dari mereka loncat ke hadapan Utsman dan berteriak, “Antara aku dan engkau ada Kitabullah,” sambil menebaskan pedang. Utsman menangkisnya hingga tangannya terputus.

Darah mengucur dari tangan membasahi mushaf yang ada di hadapan Utsman, tepat mengenai firman Allah swt.: Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:137).

Seorang durjana lain maju menyabetkan pedangnya. Nailah bint al-Farafashah yang ada di dekat Utsman menangkap sabetan pedang itu hingga jari-jarinya putus. Orang itu kembali mengayunkan pedangnya ke arah perut Utsman. Lalu Kinanah ibn Basyar maju dan memukul keningnya dengan sepotong besi. Utsman pun jatuh tersungkur. Kemudian giliran Sawdan ibn Hamran al-Maradi memukulnya. Terakhir, Amr ibn al-Hamq lompat ke atas tubuh Khalifah Utsman dan menghujamkan senjatanya sebanyak tujuh kali.

Rasa rindu Utsman kepada junjungan terkasih, Rasulullah saw. akan segera terobati. Sudah lama ia menantikan saat-saat ini. Pagi ini, ia merasa bahwa harapannya akan segera jadi kenyataan. Ia sudah punya firasat sebab tadi malam sang kekasih, sang mertua, dan junjungannya yang mulia, Rasulullah menemui Utsman dalam mimpinya. Rasulullah berkata, “Malam ini, makanlah bersama kami, wahai Utsman.”

Utsman menyadari bahwa akhir perjalanannya telah tiba dan ujung pengembaraannya telah mendekat sehingga ia mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Saat maut menjemput ia dalam keadaan berpuasa dan telah membebaskan dua puluh orang budak. Bahkan ia meminta pakaian yang panjang, khawatir auratnya tersingkap ketika para durjana itu membunuhnya. Itulah hari terakhir dan perjumpaan terakhir antara Utsman dan keluarga serta para sahabatnya. Para perawi meriwayatkan bahwa hari itu adalah Jum’at. Itulah Jum’at kelabu dalam sejarah umat Islam.

Untuk kali pertama, seorang pemimpin umat, Amirul Mukminin, pemimpin kaum beriman, dibunuh oleh sebagian golongan. Inilah awal petaka yang akan menghancurkan keutuhan dan kesatuan umat. Sejak saat ini pula berbagai kelompok umat Islam mulai saling curiga dan saling berperang. Fitnah besar mencerai beraikan keutuhan umat, dan Utsman menjadi korbannya! Lebih menyedihkan lagi, ia tewas di tangan sebagian golongan muslim! Bagaimanakah sebenarnya pribadi sang Khalifah ketiga yang dikenal pemalu ini?

Seputar Pribadi Utsman: Sifat dan Keutamaannya

Khalifah yang terbunuh dan teraniaya itu adalah khalifah ketiga setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Dialah Utsman bin Affan. Nasabnya bertemu Nabi pada kakek yang keempat, Abdu Manaf. Dari sisi ibu, nasab keduanya bertemu pada Urwa bint Kariz. Ibunda Urwa adalah Baydha bint Abdul Muththalib, bibi Nabi.

Dulu pada masa pra-Islam, ia sering dipanggil Abu Amr. Setelah masa Islam, ia sering dipanggil Abu Abdullah. Julukannya yang paling terkenal adalah Dzunnuruain – Sang Pemilik Dua Cahaya. Itulah julukan yang paling disukainya. Julukan itu diberikan oleh Nabi karena keutamaannya di sisi Nabi, ia menikahi dua putri Nabi,. Ruqayyah r.a. dan Ummu Kultsum r.a.

Usia Utsman enam tahun lebih muda daripada Rasulullah saw. Ia lahir di Taif, daerah yang paling subur di kawasan Hijaz. Selayaknya anak-anak jazirah lain, Utsman tumbuh di dalam masyarakat yang diliputi kejahiliyahan dan kesesatan. Jalan hidupnya berubah tatkala Abu Bakar menyerunya kepada Islam. Ia yang memang dikenal santun dan terjaga etika pribadinya, dengan serta merta menerima seruan itu. Semenjak menjadi seorang muslim, Utsman tak henti-hentinya mengorbankan jiwa dan raganya demi Islam. Bahkan harta kekayaannya yang melimpah ruah pun rela dikorbankan.

Abdullah ibn Umar r.a. berkata, “Bagi kami, di zaman Rasulullah, tidak seorang pun yang menandingi Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman. Para sahabat Rasulullah bersumpah untuk tidak membeda-bedakan mereka satu sama lain.” (HR. Bukhari)

Salah satu prestasi terbaik Utsman adalah menyatukan gaya bacaan (qiraat) Al-Qur’an semua umat Islam. Ia menyusun mushaf sesuai dengan apa yang Jibril tuntun kepada Rasulullah di akhir hayatnya. Rasulullah menyifati Utsman sebagai al-shadiq dan al-syahid. Ketika Rasulullah berada di atas sebuah gunung batu bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair, tiba-tiba berguncang. Rasulullah bersabda, “Tenanglah! Karena di sisi kalian ada Nabi, Shadiq dan syahid.” (HR. Muslim)

Salah satu sifat dan keutamaan Utsman yang paling dikenal adalah kedermawanannya. Utsman termasuk sahabat yang paling berharta dibandingkan dengan yang lainnya. Sejak dulu, ia dikenal sebagai pedagang yang sukses dan hartanya melimpah. Ia tak segan mengorbankan harta bendanya demi Islam. Ia pernah menanggung biaya penyiapan pasukan (jays al-‘usrah), membeli sumur yang kemudian dihadiahkan kepada umat Islam.

Sifat lainnya yang dikenal luas dari diri Utsman adalah sifatnya yang pemalu. Rasulullah bersabda, “Umatku yang paling pengasih adalah Abu Bakar; yang paling keras membela agama Allah adalah Umar; yang paling pemalu adalah Utsman; yang paling mengetahui halal-haram adalah Muadz bin Jabal; yang paling menguasai Kitabullah adalah Ubay; yang paling memahami faraid adalah Zaid ibn Tsabit. Setiap umat memiliki bendahara, dan bendahara umat ini adalah Abu Ubaidah ibn al-Jarrah.” (HR. Tirmidzi)

Karena teramat pemalunya, bahkan malaikat pun merasa malu kepada Utsman bin Affan. Aisyah menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah sedang berbaring di rumah. Saat itu kaki beliau tersingkap. Tiba-tiba Abu Bakar datang meminta izin bertemu. Nabi mengizinkannya, lalu beliau berbincang-bincang dengan posisi tubuh tetap seperti itu. Selanjutnya Umar datang, dan beliau tetap dengan posisi seperti itu. Setelah itu Utsman datang. Tiba-tiba Rasulullah duduk dan membenarkan pakaiannya. Utsman masuk dan ikut berbincang-bincang dengan mereka. Setelah keluar, Aisyah berkata kepada Nabi, “Ketika Abu Bakar masuk, engkau tidak membenarkan pakaianmu. Setelah Umar masuk, engkau tetap bergeming. Tetapi ketika Utsman masuk, engkau duduk dan membenarkan pakaianmu.”

Rasulullah bersabda, “Tidakkah aku malu pada orang yang malaikat pun malu kepadanya?!” (HR. Muslim)

Dalam sanad lain beliau berkata, “Utsman itu pemalu. Jika ia kubiarkan masuk ketika aku dalam keadaan seperti itu, aku takut ia urung menyampaikan urusannya.” (HR. Muslim) Lebih jauh, Rasulullah menyatakan bahwa akhlak Utsman adalah yang paling serupa dengan akhlak beliau. Rasulullah bersabda, “Hormatilah ia, karena ia termasuk sahabatku yang akhlaknya paling mirip denganku.” (HR. Ahmad)

Iman Adipurnama, mahasiswa S2 di kota taipei, Taiwan.