Apakah Jokowi Ingin Meniru Mao Zedong?

Kisah lama di China tersebut juga disinggung oleh salah satu tokoh nasional Dr Rizal Ramli. “Setelah kampanye, Mao menindak mereka yang mengkritik rezim. Itu adalah upaya untuk mengidentifikasi, lalu menganiaya,” kata Rizal Ramli mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur dalam akun Twitter pribadinya, Jumat (12/2).

Hal yang sama dikemukakan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi. Ketika Mao Zedong hendak menghabisi lawan politiknya, maka yang dilakukan adalah dengan kampanye hal yang seolah baik. Oleh karena itu, ajakan Presiden Jokowi agar masyarakat aktif menyampaikan kritik, dianggap berbagai kalangan sebagai jebakan betmen. Ajakan tersebut dianggap sebagai sebuah “perangkap politik” yang pada akhirnya nanti memberangus lawan-lawan politik termasuk para tokoh yang selama ini kritis kepada penguasa. Dengan demikian, kisah lama Mao Zedong ini sangat relevan dengan ajakan Presiden Jokowi agar publik aktif mengritiknya.

Walaupun para pejabat di lingkungan Istana Kepresidenan berusaha meyakinkan masyarakat tentang kesungguhan pernyataan Presiden Jokowi, namun masyarakat tetap belum yakin ajakan tersebut betul-betul sebagai pernyataan tulus untuk memberi ruang kebebasan pada masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya.

Berbagai kasus penangkapan terhadap para tokoh pro demokrasi dan para ulama akhir-akhir ini, membuktikan adanya kontradiksi antara pernyataan Jokowi dengan kenyataan sesungguhnya. Belum lagi tindak kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap para pelaku aksi demonstrasi beberapa waktu lalu serta pembunuhan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI), menambah keraguan masyarakat terhadap “angin kebebasan dan demokrasi” yang dihembuskan Jokowi. Sebagian kalangan menilai penguasa sekarang justru ingin mengubur demokrasi secara perlahan. Dalam realitanya, rezim penguasa saat ini telah menerapkan praktek kekuasaan yang otoriter.

Ajakan Jokowi tersebut lebih dimaksudkan untuk “test the water” sekaligus pemetaan terhadap situasi politik sekarang. Penguasa ingin memetakan secara lebih detail lagi ormas serta tokoh-tokoh yang selama ini kritis kepada penguasa. Ancaman kriminisasi hukum dan penangkapan, terbukti telah membuat takut sebagian kalangan masyarakat. Jangankan rakyat biasa, tokoh politik yang juga pengamat ekonomi sekaliber Kwik Kian Gie (KKG) pun dilanda ketakutan jika ingin menyampaikan kritik kepada pemerintah. Padahal, sebelumnya, KKG bisa dengan bebas dan leluasa menyampaikan kritik kepada setiap rezim yang berkuasa. Bahkan, di era Orde Baru kata KKG, dalam cuitannya di akun Twitternya, dirinya bisa dengan bebas menyampaikan kritik melalui tulisan khusus di Harian Kompas.

Ketakutan KKG juga mencuat karena adanya buzzer bayaran. Buzzer ini cenderung menyerang para pengeritik pemerintah. Mereka bukannya beradu gagasan dan ide pemikiran, tapi buzzer bayaran ini cenderung menyerang pribadi setiap pengeritik dengan bahasa yang kasar. Buzzer ini ada yang tugasnya menyerang pengiritik melalui media sosial, kemudian setelah itu buzzer yang lainnya melaporkan para pengeritik ke pihak kepolisian.