Membaca Langkah Turki di Suriah

Ketiga, perundingan Astana, sama sekali tidak menyerap aspirasi rakyat Suriah yang bertahan di dalam negeri dan sejak lama menolak keberadaan rezim Assad. Turki sebagai entitas politik hanya mendengar dan menganggap rezim status quo di Suriah, juga sekutu dekatnya, yaitu Rusia dan Iran. Sementara, faksi-faksi oposisi yang sejauh ini didukung oleh rakyat Suriah tak pernah dilibatkan. Hal ini membuat pejuang lokal Suriah seperti Ahrar Syam, Haiah Tahrir Syam, dan semacamnya berada dalam posisi terjepit.

Para analis menduga, strategi yang diterapkan oleh Turki merupakan bentuk dari kampanye War on Terrorism. Ini mengingatkan kita dengan kondisi seperti yang terjadi dengan militan di Afghanistan dan Somalia yang diblokade secara moral, finansial dan teritorial dengan dalih terorisme. Memanfaatkan pasukan lokal yang didukung oleh Turki, seperti Free Syrian Army (FSA), Turki enggan mengotori tangannya menyapu bersih pejuang Islamis di Suriah.

Dari serangkaian kejadian itu, kita dapat membaca bahwa langkah politik Turki sebenarnya sedang memihak kepada salahsatu kubu di tengak kecamuk Suriah. Pilihan itu diambil sembari mengamankan diri dari gelombang pengungsi dan demi mempertahankan kedaulatan negaranya. Dalam teori hubungan internasional, sejatinya konflik di dunia ini umpama dua gajah besar yang bertarung di medan laga. Negara-negara lainnya hanya tinggal berkubu kepada salah satu pihak. Di konflik Suriah, kita sekarang sudah bisa membaca Turki berpihak ke kubu yang mana.

Pada akhirnya, biarlah waktu yang akan mengungkap segalanya.. [gg/kiblatnet]

Penulis: Fajar Shadiq

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/miliki-dan-tebar-mushaf-quran-mu.htm