M. Miftah Farid: Perlindungan Minim, Buruh Migran Masih Jadi Komoditas

Ketua DPN Serikat Buruh Migran Indonesia M. Miftah Farid menyatakan, pemerintah belum memberikan perlindungan hukum yang optimal terhadap buruh migran yang terkena masalah di luar negeri. Terbukti dari ribuan kasus yang ditangani oleh SBMI, yang bisa diselesaikan hanya sekitar 60 persennya saja, sisanya masih mengendap. Padahal kasus-kasus yang dialami oleh buruh migran itu tergolong kasus yang serius, yang dapat berujung pada hukuman mati.

Menurut Anda, sejauh mana keseriusan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap buruh migran?

Saya kira pemerintah belum serius untuk menangani perlindungan tehadap buruh migran, ini terbukti dari peraturan hukum yakni Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang tidak mengakomodir kepentingan buruh migran, bahkan dalam substansi undang-undangnya pun tidak memasukan salah satu poinyang terpenting dalam… misalnya Konvensi ILO No. 29 dan 105 tentang penghentian kerja paksa dan penyiksaan secara fisik.

Selain itu ketidakseriusan pemerintah dalam menangani kasus buruh migran, terjadi pada kasus deportasi buruh migran di Malaysia, di mana mereka selalu dilempar kesana-dilempar kesini, sehingga kasus itu tidak selesai selama bertahun-tahun. Padahal dalam kondisi yang lemah, setelah menjalani hukuman mereka menginginkan cepat segera kembali ketanah air. Bahkan untuk kasus deportasi ini, setiap pekan jumlahnya selalu bertambah.

Selama ini buruh migran memberikan devisa terbesar pada negara, tetapi mereka masih terus dieksploitasi, apa sebenarnya penyebabnya?

Saya rasa, sangat lemahnya posisi tawaryang dibangun oleh pemerintah menjadi penyebab utama buruknya kondisi buruh migran Indonesia. Seperti dalam kasus hukuman mati yang dijatuhkan oleh pemerintah Malaysia, Presiden Philipina turun langsung melihat kondisi para buruh migrannya, sedangkan Indonesia ada lima orang yang terancam hukuman mati di Singapura, tetapi tidak ada sama sekali yang ditawarkan oleh pemerintah kita.

Bagaimana ini bisa ditindaklanjuti, Presidennya tidak mempunyai kemauan seperti Presiden Philipina. Untuk contoh kasus Nirmala Bonat, Presiden RI memang datang ke Malaysia, tetapi yang ditemui di sana bukan para buruh migran yang bermasalah tetapi malahan mereka yang sudah sukses, sangat sulit buruh-buruh yang bermasalah untuk memperoleh akses berdialog langsung dengan Presiden ketika itu.

Departemen Luar Negeri menyatakan memberikan perlindungan dan akses terhadap buruh migran yang terkena masalah di luar negeri, sebenarnya seberapa besar akses yang diberikan?

Akses yang diberikan oleh Departemen Luar Negeri sangat kurang, contohnya Departemen Luar Negeri mempersulit keluarga untuk mendapatkan akses, ketika memang jelas keluarga buruh sedang mencari, Departemen Luar Negeri masih meminta bantuan PJTKI, yang nantinya mereka malah mempersulit keluarga dengan meminta imbalan tambahan. Selain itu untuk pemberian bantuan hukum (advokasi) juga dirasakan belum menyentuh, karena sampai saat ini kita belum menangani kasus kematian buruh migran asal Cianjur yang sudah dimakamkan di Arab Saudi, namun keluarganya masih kesulitan memperoleh hak-haknya.

Hambatannya apa sih?

Sebenarnya kalau bicara masalah hambatan, ini berhubungan lagi dengan pemerintah, Saya kira pemerintah mempunyai kekuatan dalam hal ini, tetapi apa yang terjad, pemerintah sama sekali tidak mau menggunakan kekuatannya itu. Seharusnya pemerintah tidak layak mengalah dalam penanganan berbagai kasus yang menimpa buruh migran Indonesia, namun harus menggunakan kekuatannya secara tegas, tunjukan bahwa kita mempunyai wewenang ini, pemerintah jangan lemah terus.

Menurut pemantauan SBMI sudah berapa kasus yang ditangani dan terjadi sepanjang tahun 2006?

Tahun 2006 SBMI menangani lebih dari 2.000 kasus, mulai dari kasus deportasi sampai kasus kematian. Untuk kasus deportasi buruh migran,setiap pekannya ada 150 orang yang dipulangkan dari Malaysia dan mereka tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja di sana. Sedangkan untuk kasus penganiayaan sampai meninggal dunia, sepanjang 2006 kami menerima 3 laporan dan untuk kasus penganiayaan ada 50-an kasus, termasuk juga kategori trafficking.

Dari berbagai kasus yang ditangani dan laporan yang diterima oleh Serikat Buruh Migran Indinesia (SBMI) hanya 60 persen yang bisa diselesaikan, selebihnya tidak selesai dan sulit penanganannya.

Apa masukan SBMI terhadap pemerintah dalam kaitanjaminan perlindungan terhadap buruh migran di luar negeri?

Pemerintah mulai saat ini hendaknya lebih menggunakan dan memperhatikan Konvensi ILO dalam mengambil kebijakan untuk penanganan buruh migran di luar negeri, selanjutnya melakukan ratifikasi konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan buruh Migran dan anggota keluarganya serta mengesahkan UU Trafficking.

Mengenai Badan nasional untuk penanganan buruh migrant yang merupakan amanat UU No.39 tahun 2004, harus bersifat independent, jangan hanya menjadi lahan bagi para oknum tetapi harus benar-benar melindungi para buruh migran.

Benarkah sampai saat iniburuh migran masih dijadikan komoditas bukan sebagai pahlawan devisa?

Ya, nyata itu terlihat sekali dengan proses yang ada saat ini, karena memang selama ini hasil pekerjaan para buruh migran kebanyakan hanya dimanfaatkan oleh segelintir oknum saja, sedangkan pemerintah tidak diberikan apa-apa.

Menurut anda negara mana yang sangat rawan tindakan kesewenang-wenangan terhadap buruh migran?

Hampir semua Negara diwilayah Timur Tengah terdapat banyak kasus penganiayaan terhadap buruh migran asal Indonesia, misalnya Arab Saudi, Yordania, Kuwait, dan Abu Dhabi, selain itu beberapa kasus juga terjadi di Malaysia dan Brunei Darussalam.

Tanggapan anda atas pemilihan Ninik Carlina dan Franky Sahilatua sebagai Duta Buruh Migran?

Selain menggunakan ke populeran mereka, kami melihat lingkungan mereka sangat dekat dengan buruh migran, selain itu mereka juga memiliki empati yang tinggi dalam masalah ini akhirnya kita menggunakan mereka untuk mengkampanyekan persoalan buruh migran ini ke masyarakat khusus kebasis buruh.

Saya berharap Mbak Nini dan Bang Franky bisa mengkampanyekan persolan buruh migran ini kepada buruh migran sendiri dan juga pada pemerintah, karena masalah ini bukan semata-mata persoalan SBMI dan segelintir orang saja, tetapi semua level, sehingga secara langsung bisa memberikan masukan kepada negara, Saya yakin para duta ini akan menjadi fasilitator yang baik. (noffelisa)