Benarkah Penduduk Ghaza dan Hamas Saat Ini Dalam Kondisi Terjepit?

Stabilitas keamanan… sistem penataan terpadu… konsep perlawanan bersenjata… serdadu Israel tersandera Ghilad Shalit… dukungan masyarakat… tak ada krisis uang meski pemboikotan internasional diterapkan…

Itulah poin-poin penting yang mencerminkan kekuatan Hamas di Ghaza. Mereka memiliki prinsip perjuangan “nafas panjang” yang kini menjadi keistimewaan tersendiri dalam konteks menyeruaknya krisis Palestina.

Demikian pandangan sejumlah pengamat dan pakar tentang Palestina menyimpulkan kondisi Ghaza dan Hamasnya.

“Strategi Nafas Panjang”, istilah itu pernah disampaikan dengan jelas oleh Khalid Mishaal, kepala biro politik Hamas dalam keterangan yang ia sampaikan pada hari Kamis (12/7).

Ia mengomentari pemboikotan menyeluruh yang dilakukan negara kwartet pada masyarakat Palestina dengan mengatakan, “Hamas tidak sedang hidup dalam kondisi terjepit. Siapa saja yang ingin menggadaikan Palestina, lakukanlah penggadaian itu satu bulan, dua bulan bahkan satu tahun."

"Semua bentuk peperangan yang dilakukan atas Hamas dan rakyat Palestina takkan pernah berhasil. Barang siapa yang mendapat keuntungan dari AS dan penjajah dengan merumuskan nama dan strategi, maka semua itu akan pergi tertiup angin…” sambung Mishaal.

Ungkapan itu bukanlah ungkapan basa basi yang tak berdasar. Karena kehidupan di Ghaza setidaknya mencerminkan bagaimana Hamas dan rakyat Palestina memang telah sangat kuat memegang prinsip mereka. Pengepungan ekonomi yang dijatuhkan atas Hamas setelah menang dalam pemilu, lalu ditambah lagi embargo atas Ghaza yang dikuasai Hamas lebih dari satu bulan terkhir, ternyata itu semua tidak terjewantah dalam kehidupan rakyat Palestina di Ghaza.

Kabinet Palestina pimpinan Ismail Haniyah yang dibubarkan Presiden Abbas, sejak dua pekan lalu, bahkan telah mencairkan uang honor bagi pegawai pemerintah dan para polisi Palestina yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri. Masing-masing orang mendapat antara 300 sampai 500 dollar. Kementerian Dalam Negeri Palestina dari kabinet Hamas, bahkan kini sedang mencari sisa nama-nama polisi pengamanan yang belum mengambil gaji mereka.

Dalam waktu yang bersamaan, Pemerintahan Hamas bahkan membagi dana bantuan kepada puluhan orang Palestina yang cacat, yang ada di Rafah, perbatasan Mesir. Pemerintahan Hamas memberi tambahan bantuan kepada tenaga keamanan yang tetap berada di bawah koordinasinya dan menolak undangan kabinet darurat Salam Fayadh.

Sejumlah pengamat memandang, Hamas dalam aspek dana sepenuhnya bergantung pada bantuan yang diperoleh dari luar Palestina, baik melalui perorangan maupun yayasan-yayasan mereka. Biasanya, aliran dana masuk melalui perbatasan dengan Mesir yang luput dari pantauan imigrasi Mesir. Ada juga dana yang disalurkan melalui hubungan langsung dengan Hamas, atau dengan pemerintahan Haniyah yang jaringannya telah dibentuk sebelum ini.

Tapi para pengamat memandang, tantangan terbesar Hamas saat ini adalah dalam konteks kemampuannya terus menjalin hubungan dengan pihak luar sehingga mereka tidak terisolasi di Ghaza.

Tentang hal ini, Abul Haija, salah seorang pengamat politik Palestina mengatakan, “Hamas sudah bisa menembus pemboikotan ini sebagian saja melalui sejumlah hubungan diplomatik atau pribadi yang intensif untuk memunculkan kenyataan yang ada dan menghilangkan rumor negatif yang terjadi setelah Ghaza dikuasai Hamas. ” (na-str/iol)