Bom-Bom Kluster Israel Ancam Kehidupan Rakyat Libanon, Sebagian Buatan AS

AS didesak untuk mengkaji ulang penjualan senjatanya pada Israel, menyusul penemuan bahwa sejumlah bom kluster yang digunakan negara Zionis itu untuk membombardir Libanon dalam perang melawan Hizbullah beberapa waktu lalu, adalah bom-bom buatan AS.

Sejumlah ahli bom saat ini masih bekerja keras untuk membersihkan sisa-sisa bom kluster yang belum meledak yang tersebar di wilayah Libanon. Tiga hari menjelang berakhirnya perang, Israel dilaporkan menjatuhkan sekitar 1,2 juta bom ke Libanon.

Departemen luar negeri AS sendiri sedang melakukan penyelidikan atas penggunaan bom kluster buatan AS oleh Israel selama perang di Libanon. Penyelidikan itu dilakukan untuk mencari bukti-sesuai kesepakatan rahasia antara AS dan Israel-apakah bom yang penggunaannya sudah dilarang oleh hukum internasional itu- telah digunakan terhadap warga sipil.

Pihak Israel nampaknya juga tidak berupaya menyembunyikan darimana mereka mendapatkan bom-bom mematikan itu. Di taman sebuah rumah di Nabatiyeh, yang dijadikan markas organisasi penyapu ranjau atau Mines Advisory Group (MAG) yang berbasis di Inggris ini, terkumpul cangkang-cangkang bom kluster yang mampu menyebarkan bom-bom kecil di area seluas lapangan bola.

Cangkang-cangkang bom kluster itu besarnya seukuran torpedo kecil. Dibagian badannya yang terbuat dari metal terdapat tulisan dalam bahasa Ibrani dan kebanyakan dalam bahasa Inggris. Isi tulisannya antara lain; CBU (Cluster Bom Unit)-58 B dan ‘angkatan udara AS’.
Pabrik pembuatnya teridentifikasi Lanson Industries, lengkap dengan kode produksinya.

Bom-bom itu dibuat sebelum perang Vietnam berakhir, karena terdapat tanda yang menunjukkan bahwa jaminan bom-bom itu berakhir pada 7 Februari 1974. Tapi tidak ada indikasi yang menunjukkan kapan bom-bom itu dikirim dari AS ke Israel.

Mantan petugas pembuangan sisa-sisa bom dari militer Inggris, Nick Guest yang sekarang bekerja untuk MAG mengatakan, kebanyakan dari sisa-sisa bom itu-jenis M42 dan M77- adalah buatan industri di Amerika. Beberapa di antaranya berbentuk bulat seperti buah jeruk berwarna kuning yang terbuat dari metal. Jenis lainnya berbentuk seperti bekas tempat minuman kaleng. Bom-bom itu berukuran kecil, sehingga kadang sulit dideteksi dan bisa meledak kapan saja, membunuh anak-anak atau petani yang bekerja di kebunnya sampai bertahun-tahun kedepan.

Guest menyatakan, bahkan seorang ahli ranjau pun akan kesulitan menemukan sisa-sisa bom kluster yang belum meledak. Ia dan timnya yang bekerja di kota Tyre juga menghadapi kesulitan serupa. Penduduk Libanon yang mulai bercocok tanam di daerah perbukitan serta keluarga-keluarga yang ingin membangun kembali reruntuhan rumahnya, juga terancam oleh sisa-sisa bom yang bisa meledak kapan saja.

Penemuan cangkang bom kluster di Nabatiyeh bahkan berpotensi menimbulkan persoalan baru. Di cangkang ditemukan tanda bahwa bom-bom itu sudah kadaluarsa sejak 30 tahun lalu, sehingga ada kemungkinan bom-bom yang tersebar sudah mengalami kerusakan dan bisa sangat sensitif serta mudah meledak. (ln/TI)