Bush: Perang Lawan Terorisme Butuh Pasukan yang Lebih Besar

Presiden AS George W. Bush mengakui, perang AS di Irak dan Afghanistan telah menimbulkan tekanan berat bagi pasukan AS, oleh sebab itu Bush berencana untuk menambah jumlah pasukan militernya.

Dalam wawancara dengan surat kabar Washington Post edisi Selasa (19/20) Bush mengatakan, "Saya cenderung meyakini bahwa kita benar-benar perlu meningkatkan jumlah pasukan, angkatan darat, marinir."

Bush juga mengatakan, dirinya belum memutuskan perubahan strategi apa yang akan dilakukannya di Irak, apakah akan mengirimkan lebih banyak pasukan atau tidak. Tapi Bush mengatakan, perang melawan terorisme membutuhkan pasukan militer yang lebih besar.

Untuk itu, Bush menyatakan sudah memberikan pengarahan pada menteri pertahanan Robert Gates agar melakukan konsultasi dengan para komandan militer dan memberikan laporannya.

Bush tidak menyebutkan berapa banyak jumlah pasukan militer yang harus ditambah seperti yang ia maksud. Pada kesempatan itu ia juga membantah pernyataan mantan menteri luar negeri Colin Powell akhir pekan kemarin yang mengatakan bahwa "angkatan bersenjata yang masih aktif hampir hancur."

"Saya tidak mendengar kata ‘hancur’ tapi saya mendengar kata ‘stress’," dalih Bush.

Bush menyambung,"Ini adalah sebuah refleksi yang cermat bahwa perang ideologi untuk sementara terhenti, dan kita membutuhkan militer yang mampu bertahan dalam upaya yang kita lakukan dan membantu kita untuk mencapai perdamaian. Kita perlu memberi tempat bagi militer kita."

"Pertanyaan mendasarnya adalah, akankah Republikan dan kalangan Demokrat bisa bekerjasama dengan pemerintah untuk meyakinkan militer dan rakyat AS bahwa kita akan menempatkan angkatan bersenjata sehingga mereka siap dan bisa bertahan dalam perang panjang dan perjuangan ideologis ini," ujar Bush.

AS Tuding Milisi Syiah Biang Rusuh di Irak

Sementara itu dalam laporan terbarunya soal Irak, Departemen Pertahanan AS menuding kelompok pejuang Syiah, Pasukan Mahdi pimpinan Moqtada al-Sadr sebagai biang kerusuhan dan perang sipil di Irak, serta pengganggu utama stabilitas keamanan di negeri 1001 malam itu.

Laporan yang dirilis Selasa (19/12) menyebutkan,"Kelompok yang saat ini memberikan dampak negatif paling besar bagi situasi keamanan di Irak ada Jaysh al-Mahdi, yang menggantikan al-Qaidah di Irak sebagai kelompok berbahaya yang berpotensi menebarkan kekerasan sektarian yang terus menerus di Irak."

Kelompok perlawanan piminan al-Sadr diyakini AS memiliki lebih dari 60 ribu pengikut dan dituding sebagai kelompok yang melakukan kekerasan terhadap warga Sunni.

Laporan Pentagon juga menyebutkan, kekerasan sektarian terus meningkat meski sudah dilakukan pertemuan dengan para pemimpin keagamaan dan etnis di Irak. Selain itu, jumlah aksi kekerasan selama bulan Agustus sampai November, meningkat dari 784 kasus menjadi 959 kasus. Hampir 3.000 pasukan AS tewas di Irak sejak invasi dilakukan, sedangkan korban tewas dari kalangan masyarakat sipil lebih dari 50 ribu orang. (ln/aljz/iol)