Di AS, Organisasi Sosial dan Kemanusiaan Milik Warga Muslim Dianggap Kriminal

Departemen Keuangan AS terus mengawasi organisasi-organisasi penggalangan dana milik Warga Muslim. Terakhir, pada 19 Februari kemarin, Departemen Keuangan AS membekukan asset dan operasional organisasi kemanusiaan KindHearts yang berbasis di Toledo, dengan tuduhan bahwa organisasi itu sudah iku membiayai aksi terorisme. Situasi yang berkembang saat ini di AS, organisasi-organisasi sosial dan kemanusiaan milik kaum Muslimin, tak ubahnya seperti organisasi kriminal yang harus dibabat habis. Dicurigai, dituduh tanpa bukti yang jelas kemudian ditutup dan asset-assetnya disita.

Menurut aktivis KinderUSA-organisasi kemanusiaan non profit yang dikelola oleh warga Muslim AS-Laila al-Marayati dan Basil Abdulkarim, pemerintah AS sengaja mempersulit komunitas Muslim yang ingin melegalkan organisasi dan kegiatannya. Di satu sisi, AS menyatakan jika organisasi kemanusiaan Muslim melakukan operasi dan fungsinya dengan transparan, maka organisasi itu boleh menyalurkan sumbangannya pada siapa saja yang menjadi pilihan mereka. Tapi di sisi lain, pemerintah AS kini menutup hampir semua organisasi penggalangan dana milik warga Muslim. Pemerintah AS menggunakan bukti-bukti yang lemah untuk menguatkan tindakannya itu, sehingga membuat warga Muslim di AS mempercayai bahwa pemerintah AS menentang pemberian bantuan bagi warga Muslim di seluruh dunia yang sedang membutuhkan pertolongan. Apalagi pihak arbitrase memutuskan untuk membekukan asset-asset organisasi untuk memastikan bahwa dana dari organisasi bersangkutan tidak akan pernah sampai pada pihak yang menjadi tujuan para donor, yaitu warga Muslim yang fakir dan miskin. Pemerintah AS senantiasa menolak permintaan agar organisasi-organisasi yang sudah memiliki reputasi dan tidak masuk dalam daftar hitam mereka tidak diperlakukan sama dan menghormati tujuan dari pemberian sumbangan itu.

Di bawah undang-undang Patriot Act, pemerintah AS memiliki otoritas untuk menutup organisasi penggalangan dana ketika penyelidikan sedang berlangsung. Namun pemerintah AS tidak punya kewajiban untuk memberikan bukti-bukti atas penyitaan asset-asset organisasi sosial Muslim yang mereka lakukan. Organisasi yang bersangkutan boleh mengajukan banding tapi umumnya hal itu tidak akan membuahkan hasil, seperti tercatat dalam laporan yang berjudul "Muslim Charities and the War on Terror" oleh OMB Watch. Dalam laporan itu ditegaskan,"menggugat tindakan departemen keuangan ke pengadilan federal umumnya tidak akan membuahkan hasil, karena wilayah kajian pengadilan sangat terbatas."

Kebijakan AS yang Tidak Adil

Sejak peristiwa 11 September 2001, enam organisasi kemanusiaan Muslim di AS ditutup dan pemerintah AS tidak pernah menyatakan bahwa para pekerja atau jajaran pengurusnya melakukan kesalahan. Sama hal AS tidak pernah bisa membuktikan bahwa dana-dana yang disalurkan diberikan pada kelompok teroris.

Pesan AS yang sampai ke warga Muslim, kata Marayati dan Abdulkarim, "Semua warga Muslim dicurigai memberikan bantuan pada terorisme. Organisasoi sosial anda bersalah dianggap melakukan kejahatan sampai anti jika terbukti tidak bersalah. Tapi tidak perlu repot-repot untuk membuktikan anda tidak bersalah karena peluang untuk itu tidak ada."

Sikap AS dalam persoalan ini juga tidak adil, karena pemerintah AS tidak pernah mencurigai, menutup atau menyita asset-asset organisasi non Muslim yang memberikan bantuan makanan, pendidikan dan bantuan lainnya seperti yang dilakukan oleh organisasi sosial Muslim yang oleh AS dituding membiayai terorisme. Padahal, warga Muslim AS seperti juga Muslim lainnya di dunia, beranggapan bahwa adalah hak mereka untuk melakukan kewajiban agama mereka membantu sesama Muslim baik di AS dan di luar AS, lewat organisasi sosial. Namun apa yang mereka terima adalah perlakuan yang menghinakan dari pemerintah AS.

Marayati dan Abdulkarim menegaskan, warga Muslim AS tidak mau melakukan aktivitas secara ilegal, termasuk dalam mengelola organisasi kemanusiaan dan sosial. Karena hal itu melanggar etika, tidak bermoral dan tidak Islami. Sayangnya, kepedulian warga Muslim AS terhadap anak-anak Palestina, misalnya, dianggap sebagai kejahatan. Pemerintah AS tidak pernah tahu berapa biaya yang kami keluarkan untuk menyediakan makan pagi hangat untuk anak-anak Palestina yang kelaparan di Gaza, untuk proyek taman bermain di Tepi Barat dan untuk pusat penanggulan trauma psikologis di Hebron.

Kondisi warga Muslim AS untuk membantu saudara-saudaranya yang kurang beruntung makin sulit, ketika Jaksa Agung John Ashcroft masih menjabat. Banyak organisasi sosial dan kemanusiaan Muslim yang ditutup hanya untuk meyakinkan rakyat AS bahwa pemerintahnya sudah memberangus pendanaan untuk kelompok terorisme. Dan sekarang dengan Jaksa Agung baru Alberto Gonzales, situasi tidak banyak berubah bahkan memburuk. Gonzales menyampaikan pesan warga Muslim AS akan dihukum jika membantu rakyat Palestina. Intinya sikap AS yang menyerang organisasi-organisasi sosial Muslim, bukan karena masalah keamanan dan keselamatan rakyat Amerika, tapi lebih karena kepentingan politis. (ln/iviews)