Kematian Milosevic Berita Sedih bagi Para Korban, bagi Kebenaran dan Keadilan

Pengadilan kejahatan perang mengumumkan bahwa mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic, tewas akibat serangan jantung dan membantah bahwa kematian penjahat perang konflik Balkan yang sedang menjalani proses hukum internasional itu tewas akibat diracun.

Pengadilan kejahatan perang di Hague, Minggu (12/3) mengumumkan bahwa hasil autopsi menunjukkan bahwa Milosevic tewas karena myocardial infarction atau yang umum disebut serangan jantung. Milosevic sendiri diketahui memiliki sejarah penyakit jantung.

Autopsi dilakukan di tengah-tengah dugaan bahwa penjahat perang yang bertanggungjawab atas pembantaian Muslim di Srebenica itu diracun atau bunuh diri.

Saluran televisi CNN, mengutip sumber-sumber yang dekat dengan pengadilan kejahatan perang PBB dalam laporannya menyebutkan bahwa Milosevic tewas akibat ‘serangan jantung yang masif’ namun belum diketahui secara pasti apakah serang jantung itu disebabkan oleh penyebab yang alamiah, penyebabnya akan jelas terungkap setelah dilakukan tes racun atau uji toxic.

Sebuah surat yang kabarnya ditulis Milosevic sebelum tewas beredar. Dalam suratnya Milosevic mengatakan bahwa dirinya diracun. Namun jaksa penuntut di pengadilan kejahatan perang PBB Carla Del Ponte mengatakan, tidak tertutup kemungkinan bahwa Milosevic bunuh diri.

Del Ponte mengaku keanehan bahwa para dokter pengadilan yang melakukan pemeriksaan berkala terhadap Milosevic, tidak melaporkan kondisi kesehatan Milosevic yang memburuk.

"Agak aneh, meski kemungkinannya penyebab alamiah, bahwa ia tewas dan dokter tidak memperhatikan kesehatannya yang tiba-tiba memburuk," kata Del Ponte.

Pada harian Italia, La Repubblica dalam wawancaranya yang dimuat Minggu kemarin, Del Ponte mengungkapkan,"Dia mungkin melakukannya sebagai perlawananannya yang terakhir pada kita. Kemungkinan ia bunuh diri."

Surat Terakhir Milosevic

Penasehat hukum Milosevic, Zdenko Tomanovic mengungkapkan bahwa kliennya itu telah mengirimkan surat ke kementerian luar negeri Rusia. Dalam suratnya itu, Milosevic menyatakan ketakutannya bahwa ia sudah diracun setelah menerima laporan medis yang menyebutkan ada indikasi meningkatnya obat-obatan dalam jumlah besar untuk penyakit tubercolosis dan lepra dalam darahnya.

"Milosevic menyebutkan, selama lima tahun ini dia tidak pernah menggunakan antibiotik untuk penyakir-penyakit semacam itu, apalagi dia tidak pernah menderita lepra atau tubercolosis atau penyakit menular lainnya kecuali flu," kata Tomanovic.

Televisi Belanda Minggu malam menyiarkan analisa terbaru dari hasil autopsi yang dihadiri oleh seorang ahli penyakit dan dua orang pemantau dari Serbia, bahwa ditemukan ‘subsansi asing’ di dalam darah Milosevic, yang memicu spekulasi bahwa dia tewas bukan karena sebab alamiah.

Stasiun televisi NOS melaporkan, substansi itu ‘menetralkan efek dari obat-obatan yang diberikan dokter untuk Milosevic untuk penyakit jantung dan masalah tekanan darahnya, yang mendukung dugaan bahwa ia tewas bukan karena sebab alamiah.’ NOS dalam situs resminya menyatakan, pengujian itu dilakukan belum lama ini oleh dokter-dokter Belanda yang ingin tahu mengapa obat-obatan yang mereka berikan tidak bekerja bagi kesehatan Milosevic.

Reaksi Rakyat Srebenica

Para ibu dan janda korban pembantaian massal Muslim di Srebenica, yang dilakukan atas perintah Milosevic, tidak terlalu gembira dengan kematian Milosevic. Karena mereka berharap Milosevic tetap hidup dan menjalani hukuman atas kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukannya.

"Sayang sekali kami tidak akan melihatnya menghadapi keadilan, bahwa kami tidak akan mendengar hukuman yang akan dijatuhkan padanya," kata Hajra Catic, ketua persatuan para ibu Srebenica yang berbasis di Tuzla, pada AFP.

"Tapi nampaknya Tuhan sudah menghukumnya," sambung Catic yang anak laki-laki dan suaminya menjadi korban pembantaian pasukan Serbia.

Milosevic ditemukan tewas pada Sabtu (11/2) di sel tahanan pengadilan kejahatan perang di Hague. Ia sedang menjalani proses hukum di pengadilan PBB itu sejak Februari 2002 dengan lebih dari 60 tuntutan atas kejatahan perang dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya dalam konflik Balkan di era 1990an.

Milosevic dituding ikut berperan dalam pembantaian sekitar 200.000 warga Muslim, yang tujuannya untuk mencegah agar warga Muslim tidak melakukan perlawanan atau mengklaim tanahnya yang dikuasai Serbia, di masa datang.

Reaksi di Sebrenica juga terlihat di Kosovo. Mayoritas etnis Albania di wilayah itu mengaku kaget dan cemas mendengar Milosevic tewas sebelum sangsi hukuman dijatuhkan.

"Rakyat tidak melihatnya mendapatkan apa yang layak ia dapatkan, kata Arsim Gerxhaliu, ahli forensik yang melakukan penggalian ratusa mayat korban perang selama kurun waktu 1998-1999.

Ketua kepresidenan triparti dari kelompok Muslim, Sulejman Tihic mengatakan, kematian mantan presiden Yugoslavia merupakan ‘berita sedih bagi para korban, bagi kebenaran dan bagi keadilan.’

"Dia akan dikenang sebagai politisi jahat yang bertanggungjawab atas penderitaan ribuan manusia. Dia merupakan kepala negara pertama yang dikenai tuduhan genosida," ujat Tihic.

Tihic sendiri adalah salah seorang korban kekejaman Milosevic. Tihic ditangkap pasukan Serbia di utara kota Bosnanski Samac di awal perang Bosnia yang berlangsung dari 1992-1995. Dia disiksa selama beberapa bulan di empat kamp tahanan berbeda, dua di antaranya berlokasi di Serbia.

"Bagi kami dan para korban yang tewas, hukuman tidak berarti banyak karena tidak akan mengubah apa yang telah terjadi," kata Edin Ramovic,42, yang terluka akibat senapan mesin pasukan Serbia yang ditembakkan dari perbukitan di sekitar Sarajevo pada 1993.

Bakira Hasesic, seorang warga Muslim korban perkosaan pasukan Serbia di sebelah timur Bosnia mengungkapkan, Milosevic adalah ‘salah seorang inisiator agresi dan genosida… dan berada di belakang tindakan kriminal berupa penyiksaan dan perkosaan terhadap Muslimah Bosnia selama perang itu.’

Sekitar 20.000 ribu Muslimah menjadi korban perkosaan yang dilakukan secara sistematis oleh pasukan Serbia yang mengepung kota Sarajevo dalamkonflik di Balkan pada 1992-1995.

Di sisi lain, kematian Milosevic yang tiba-tiba menimbulkan kecurigaan di kalangan keluargannya dan sekutunya yang menyalahkan pengadilan PBB atas kematian itu. Saudara laki-laki Milosevic, Borislay di Moskow menyatakan, pengadilan PBB bertanggung jawab penuh setelah menolak keinginan Milosevic berobat ke Rusia.

Tudingan serupa dilontarkan surat kabar-surat kabar Serbia. "The Hague membunuh Milosevic" demikian bunyi headline surat kabar di Serbia.

PM Serbia, Vijislav Kostunica mengatakan, pemerintahannya akan meminta laporan detil dari pengadilan Hague tentang kematian Milosevic yang tragis. (ln/iol/aljz)