Mahathir Muhammad: Presiden AS Lebih Banyak Bunuh Rakyat Irak Dibandingkan Saddam Hussein

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Dr Mahathir Muhammad bisa jadi satu-satunya tokoh di Asia yang berani mengeluarkan pernyataan keras atas hukuman mati Saddam Hussein.

Dalam pernyataannya yang dimuat situs Global Research, Centre for Research on Globalization, edisi Senin (1/1) Mahathir menulis, di hari Idul Adha yang suci, dunia telah menyaksikan dengan penuh kengerian tindakan barbar berupa hukuman gantung terhadap mantan presiden Irak, Saddam Hussein dengan tuduhan telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sangsi pembunuhan itu, kata Mahathir, dijatuhkan oleh dua penjahat perang, Presiden Bush (Presiden AS) dan Perdana Menteri Blair (PM Inggris). Dan tindakan sadis itu disiarkan ke seluruh dunia sebagai penghinaan terhadap keadilan dan ditujukan untuk memamerkan kekuatan AS.

Menurut Mahathir, hukuman gantung terhadap Saddam adalah peringatan bagi semua orang yang cinta damai apakah mau didikte oleh rejim Bush atau menghadapi konsekuensi hukuman mati di depan publik.

Hukuman gantung terhadap Saddam, tambah Mahathir, adalah penghinaan terhadap semua umat Islam karena dilakukan pada hari raya Idul Adha di mana umat Islam berserah diri dan berdoa memohon pengampunan Allah swt.

"Sangat jelas, bahwa penjahat perang Bush sama sekali tidak memiliki sensitifitas terhadap umat Islam yang sedang menjalankan ibadah haji di Makkah. Tindakan barbar ini adalah tindakah yang mencemari hari yang suci!" tulis Mahathir.

Lebih lanjut, Mahathir yang juga anggota Komite Internasional Pembelaan Presiden Saddam Hussein menyatakan, persidangan terhadap Saddam secara keseluruhan merupakan tipu muslihat bagi keadilan. Ia menyebutkan, anggota tim kuasa hukum Saddam dibunuh dengan brutal, para saksi diancam, hakim-hakim yang jujur disingkirkan dan diganti dengan para hakim "boneka" AS. Bersamaan dengan itu, AS berkoar-koar pada publik dunia bahwa invasi ke Irak untuk menegakkan demokrasi, kebebasan dan keadilan.

"Negara damai itu kini telah berubah menjadi zona perang. Lebih dari 500 ribu anak-anak tewas akibat kejahatan kriminal berupa sangsi ekonomi. Penemuan terbaru jurnal kesejatan Lancet menyebutkan, lebih dari 650 ribu rakyat Irak tewas sejak invasi AS yang ilegal tahun 2003 lalu," kecam Mahathir.

Mahathir mengatakan, penjahat Perang Bush telah membunuh lebih banyak rakyat Irak dibandingkan yang pernah dilakukan Saddam, jika untuk itu Saddam memang dinyatakan bersalah.

"Kalau Presiden Saddam Hussein bersalah atas kejahatan perang, maka dunia harus menyatakan Bush, Blair dan Howard (PM Australia) juga bersalah dan Mahkamah Internasional harus menuntut para penjahat ini," tegas Mahathir.

Namun ia menuding Pengadilan Internasional tidak mampu melakukan itu dan sudah menerapkan standar ganda. Di satu sisi, pengadilan internasional terkesan pro aktif atas kejahatan perang yang terjadi di Darfur, Rwanda dan Kosovo, tapi tidak bisa berbuat apa-apa atas kejahatan perang yang dilakukan Bush, Blair dan Howard.

"Jika kita mendukung hak asasi dan keadilan, kita harus mengutuk tindakan barbar hukuman gantung terhadap Saddam Hussein. Tidak ada alasan apapun atas ketidakadilan ini. Penjahat perang Bush dan rejim-rejim boneka di Irak adalah contoh buruk dari penegakkan hukum," tegas Mahathir lagi.

Penghapusan Hukuman Mati

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB yang baru, Ban Ki Moon memilih untuk tidak menanggapi secara serius kecaman publik dunia terhadap pelaksanaan hukuman mati Saddam Hussein. Ia menyatakan, setiap negara berhak menentukan aturan hukumnya sendiri.

Ditanya soal hukuman mati terhadap Saddam, Moon yang asal Korea Selatan itu hanya mengatakan bahwa mantan pemimpin Irak itu telah melakukan "sejumlah kejahatan yang mengerikan dan kekejaman yang sulit diungkapkan dengan kata-kata terhadap rakyat Irak dan kita seharusnya tidak melupakan para korban dari kejahatan-kejahatan ini."

Menurutnya, masalah hukuman mati adalah hak setiap negara untuk memutuskannya dan hal itu tidak bertentangan dengan hukun internasional.

Menyusul pelaksanaan hukuman gantung terhadap Saddam Hussein, sejumlah diplomat asing mendesak agar PBB mengkaji kembali pemberlakuan hukuman mati. Negara Italia yang paling gencar menyerukan agar dunia internasional meminta PBB membahas masalah hukuman mati dalam agenda PBB.

Kantor Romano Prodi, perdana menteri Italia dalam pernyataannya menyatakan bahwa Italia akan mencari dukungan dari negara-negara yang menentang hukuman mati. Menlu Italia, Massimo D’Alema bahkan mengatakan, negaranya akan berupaya keras agar hukuman mati dihapuskan.

Italia sendiri sudah pernah memperjuangkan penghapusan hukuman mati di Dewan Keamanan PBB, tapi upaya itu tidak berhasil.

Uni Eropa, mantan Sekjen PBB Kofi Annan, sejumlah pejabat di Komisi HAM PBB dan kelompok-kelompok pemantau hak asasi manusia seperti Human Right Watch, mengecam pelaksanaan hukuman mati terhadap Saddam Hussein.

Human Right Watch menilai hukuman mati terhadap Saddam, sarat dengan nuansa politis dan dilakukan dalam kondisi proses peradilan yang sangat cacat hukum.

Perwakilan khusus PBB di Irak, Ashraf Qazi Jehangir dalam pernyataannya mengatakan,"PBB tetap menentang hukuman mati, bahkan dalam kasus kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida." (ln/iol/aljz/global research)