Mantan Mendagri Inggris Mengaku Perintahkan Bom Al-Jazeera

Mantan Menteri Dalam Negeri Inggris Inggris, David Blunkett mengatakan, ia telah menyuruh PM Tony Blair agar militer Inggris membom stasiun televisi Al-Jazeera di Baghdad saat invasi AS ke negeri 1001 malam itu pada tahun 2003.

Blunket mengungkapkan hal tersebut dalam wawancara dengan stasiun televisi di Inggris Channel 4 yang disiarkan Senin (9/10). Pernyataan Blunket ini makin meyakinkan pihak Aljaseera bahwa AS dan Inggris telah dengan sengaja membom kantor perwakilannya di Baghdad saat perang berlangsung.

Pemimpin Redaksi Aljazeera, Ahmad Al-Syeikh mengungkapkan, pernyataan Blunkett itu menambah bukti-bukti yang suatu hari akan membuktikan bahwa serangan terjadap Al-Jazeera Baghdad sudah direncanakan, pada tingkat yang paling tinggi.

"Aljazeera pada saat itu sudah ditargetkan karena orang-orang yang melancarkan perang Irak tidak suka dengan apa yang ditampilkan Aljazeera," kata Al-Syeikh.

"Kita bicara soal terorisme, inilah teroris yang sebenarnya," sambungnya.

Syeikh menyatakan, Aljazeera akan meminta pernyataan resmi dari pemerintah Inggris soal klaim Blunkett tersebut.

"Dulu, kita sudah menghubungi AS dan mendesak mereka untuk minta maaf atau atau melakukan investigasi. Tapi sampai sekarang kita tidak pernah mendengar apapun dari mereka," imbuh Al-Syeikh.

"Kali ini kita juga akan menyampaikan keluhan," lanjutnya seraya mengatakan Aljazeera akan segera mengeluarkan pernyataan resmi tentang pernyataan Blunkett itu.

Pengakuan Blunkett

Dalam wawancara dengan Channel 4, Blunkett yang sedang mempromosikan buku barunya mengakui, dirinya mengatakan pada Tony Blair bahwa peralatan transmisi stasiun televisi Al-Jazeera selayaknya menjadi target serangan karena telah menyiarkan apa yang ia sebut sebagai ‘propaganda’.

"Tidak ada kekhawatiran bagi saya, karena saya yakin bahwa ini adalah perang dan dalam perang anda tidak akan membiarkan siaran semacam itu berlanjut," kata Blunket.

Ia melanjutkan, "Saya tidak memikirkan dulu barang semenit, dalam perang kemarin kita merasa perlu berpikir dua kali untuk memastikan bahwa mekanisme propaganda di negara yang anda sedang invasi akan terus diberi peluang melakukan propaganda untuk melawan anda."

Dua minggu setelah Blunkett menekan PM Tony Blair agar menyerang Al-Jazeera, militer AS membom kantor Al-Jazeera di Baghdad yang menewaskan salah seorang wartawannya, Tariq Ayub. AS kemudian menuduh Al-Jazeera telah membantu musuh-musuh mereka.

Menurut Blunkett, meski pemerintah Inggris mempertimbangkan untuk menyerang Al-Jazeera, mereka tidak menargetkan sampai menewaskan para wartawannya.

"Saya pikir ada perbedaan besar antara menghabisi transmisi dengan menghabisi para wartawannya, meski jika anda setuju dengan mereka," dalih Blunkett.

"Saya tidak tahu apakah ini sengaja atau tidak, tapi saya tidak akan menyebutnya sebagai legitimasi," sambungnya mengacu pada pemboman yang dilakukan AS.

Sementara itu, sejak April 2003, Committe to Protect Journalists mempekirakan sedikitnya 80 wartawan dan 22 pekerja media, tewas sepanjang konflik di Irak. Menurut Komite itu, kebanyakan wartawan tewas oleh kelompok pemberontak di Irak.

Peristiwa terakhir dialami oleh stasiun televisi Irak Shaabiya. Sebelas orang pegawai stasiun televisi itu tewas ketika kantor mereka diserang oleh sekelompok orang bersenjata pada Rabu (11/10) malam.

"Kami datang pada pagi ini dan kami melihat sebuah pembantaian," kata Manajer Eksekutif Shaabiya, Hassan Kamil, Kamis pagi.

"Semuanya dibunuh. Kami pikir kelompok laki-laki bersenjata itu memaksa masuk dan membunuh mereka," ujarnya. (ln/iol)