Menteri Perdagangan Malaysia: Kami Tidak Akan Tunduk Pada Tekanan AS

Sikap tegas menteri Malaysia ini memang patut diacungi jempol. Ia dengan berani mengatakan "tidak" atas tekanan dan campur tangan negara AS terhadap urusan dalam negeri Malaysia.

Menteri Perdagangan Malaysia Rafidah Aziz mengancam, tidak jadi soal bagi negaranya untuk mundur dari pembicaraan lanjutan kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement-FTA) dengan AS, jika negara Paman Sam itu terus ikut campur dalam urusan dalam negeri Malaysia.

Rafidah Aziz sangan berang dengan AS yang telah menekan Malaysia hanya karena negeri Jiran itu membuat perjanjian kerjasama dengan Iran untuk membangun industri sumber daya gas alam, senilai 16 milyar dollar AS.

Ia menegaskan bahwa Malaysia tidak akan tunduk dengan ancaman AS dan meminta negara adidaya itu tidak campur tangan urusan dalam negerinya.

"Saya siap memberi masukkan pada pemerintah untuk secepatnya membatalkan pembicaraan soal kesepakatan perdagangan bebas, karena AS tidak menghormati persyaratan pada tahap awal dari pembicaraan tersebut, " tegas Rafidah seperti dikutip dari harian berbahasa Malaysia, Utusan Malaysia, edisi Jumat (2/2).

Menurut Rafidah, dalam pembicaraan tahap awal FTA, disyaratkan bahwa tidak ada agenda politik didalamnya, kesepakatan akan difokuskan pada pasar dan kedua negara tidak ikut campur urusan dalam negeri masing-masing.

Pernyataan keras Rafidah itu, menyusul desakan seorang anggota legislatif AS pada para menteri perdagangan agar pembicaraan tahap akhir FTA ditunda, sampai Malaysia mau membatalkan kesepakatan kerjasamanya dengan Iran, untuk membangun ladang-ladang gas gas di Iran.

Ketua DPR AS bidang hubungan luar negeri, Tom Lantos dalam suratnya pada perwakilan perdagangan AS, Susan Schwab pada Rabu (31/1) menyatakan bahwa partner-partner perdangan AS harus menghormati dan bekerjasama dalam masalah keamanan.

Lantos juga mengatakan bahwa kerjasama di sektor pembangunan dan produksi gas alam antara Iran dan Malaysia, merupakan "perkembangan yang sangat mengganggu" dan membutuhkan "tindakan cepat pemerintah. "

Namun desakan AS agar Malaysia membatalkan kerjasama dengan Iran, tidak lepas dari ketidaksenangan AS terhadap Iran, karena negara para Mullah itu menolak desakan AS untuk menghentikan pengayaan uraniumnya.

Kenyataan ini tercermin dari pernyataan Lantos yang mengatakan bahwa AS kemungkinan akan meminta agar SKS-perusahaan Malaysia yang akan bekerjasama dengan perusahaan minyak Iran-diberi sangsi berdasarkan ketetapan Sanction Act yang diberlakukan terhadap Iran. Dalam Sanction Act disebutkan bahwa akan diambil tindakan bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengembangan energi di Iran.

Pembicaraan perdagangan bebas antara AS dan Malaysia yang dimulai sejak bulan Juni lalu, rencananya akan digelar kembali minggu depan dan akan masuk dalam pembicaraan tahap lima. Tim negosiasi AS mendapat tekanan dari pemerintahnya agar sudah dicapai kesepakatan pada akhir Maret 2007. Namun tim negosiasi AS itu nampaknya mengalami kesulitan berhadapan dengan Malaysia.

Selain Malaysia, sejumlah anggota legislatif AS juga menyatakan kekhawatirannya atas kerjasama sejumlah perusahaan, seperti Royal Dutch Shell dan Respol milik Spanyol yang sudah menandatangani perjanjian tahap awal dengan South Pars, salah satu pengelola ladang gas alam terbesar di Iran. (ln/aljz)