Muslim Inggris Sesalkan Operasi Penangkapan di Birmingham

Rasa cemas kembali menggayuti warga Muslim di Inggris, menyusul operasi penangkapan sejumlah orang yang diduga merencanakan aksi terorisme beberapa hari lalu. Mereka khawatir operasi tersebut akan makin memicu sikap anti-Muslim dan memperburuk citra Islam.

Salah seorang pendiri Alum Rock Islamic Center, Allah Dittah menyatakan, operasi besar-besaran itu telah merusak komunitas, wilayah dan hubungan antar komunitas itu sendiri.

Seperti pemberitaan sebelumnya, dalam operasi penggerebekan ke sejumlah rumah di kawasan yang banyak dihuni warga Muslim, Birmingham, Inggris Tengah, Rabu (31/1) kemarin, kepolisian Inggris menangkap sembilan orang Inggris keturunan Pakistan.

Menurut kepolisian, kesembilan orang itu merencanakan aksi penculikan dan pembunuhan dengan cara penggal kepala, terhadap seorang tentara Inggris Muslim.

Warga Muslim bernama Wasim Raja menyatakan tidak percaya dengan tuduhan polisi yang ditujukan pada kesembilan orang yang ditangkap dalam operasi kemarin.

"Saya mengenal seorang di antaranya sejak kecil. Dia bukan orang seperti yang dituduhkan itu, " katanya.

"Kalau mereka (polisi) melakukannya dengan benar, ok saja. Tapi mereka harus yakin 100 persen. Bisa saja informasi itu salah, " sambung Raja.

Saudara laki-laki Amjad-Amjad adalah salah satu dari sembilan orang yang ditangkap-menyatakan kerabatnya itu tidak bersalah. "Anak malang ini bahkan tidak memiliki janggut. Saya orang yang relijius. Dia tidak bersalah. Setiap anda punya masalah, dia pasti selalu siap membantu, " ujarnya, seperti dikutip Daily Mail.

"Dia bekerja sepanjang hari di toko grosir. Mulai pukul 06. 00 pagi dia pergi ke pasar dan masih bekerja sampai pukul 08. 00 malam setiap hari. Lalu apa dia punya waktu untuk sebuah aksi teroris?, " sambung saudara Amjad setengah bertanya.

"Sekarang, polisi sudah menghancurkan jalannya ke rumah dan toko. Ini sangat menyedihkan. Ayah saya terkena serangan jantung beberapa bulan ini dan situasi ini membuatnya makin buruk. Sedangkan ibu, menangis terus di rumah, " tuturnya.

Warga Muslim lainnya yang ditangkap, bernama Azzar Iqbal. Penangkapan itu membuat sepupu Azzar, Pervez Iqbal sangat marah.

"Sejak 11 September, lebih dari 1. 000 Muslim di tangkap dan 99 persennya ternyata tidak bersalah. Saya pikir, di negara ini, seharusnya orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti orang itu benar-benar bersalah, " tandas Pervez.

Menurutnya, sepupunya Azzar adalah orang yang sangat baik, penuh kasih sayang, mencintai ke luarganya dan tidak punya pandangan-pandangan seperti seorang fundamentalis. Pervez yakin sepupunya itu akan dibebaskan, karena dia tidak melakukan hal apapun yang melanggar hukum.

"Isterinya sangat syok. Dia tidak percaya hal ini terjadi. Tiga anak perempuannya juga tidak bisa sekolah hari ini, karena polisi mengambil mobilnya, " sambung Pervez.

Pada BBC, ke luarga korban penangkapan lainnya, Muhammad Barber juga mengeluhkan penangkapan itu. Barber yakin sepupunya tidak bersalah, karena sholat Jumat saja, sepupunya tidak pernah karena terlalu sibuk.

Tahir Abbas, direktur Center for the Study of Ethnicity and Culture menyatakan, penyerbuan yang dilakukan polisi di pemukiman Muslim, akan menimbulkan ketegangan dikalangan warga Muslim yang selama ini sudah hidup serba kekurangan baik dari segi pendidikan, perumahan dan kesehatan.

"Kita seharusnya meniru apa yang dilakukan pemerintah Spanyol setelah peristiwa bom di kereta api di Madrid. Mereka tidak menjelek-jelekkan atau fokus hanya pada warga Muslim saja. Tapi mereka menyelidikinya dengan hati-hati, " kata Abbas.

Dampak dari penyerbuan tersebut, menurut wakil ketua Alum Rock Islamic Center, Shabir Hussain, sudah mulai terasa, bahkan ia mengalaminya sendiri setelah wajahnya sering tampil di televisi memberikan komentar atas penyerbuan itu.

"Sebuah mobil mendekat dan seseorang didalamnya berteriak, ‘you f..’ " ujarnya.

Ia menyatakan, bahkan jika kesembilan orang itu akhirnya dibebaskan karena tidak bersalah, orang tidak akan mau lagi berkunjung ke toko mereka atau datang ke tempat mereka tinggal.

"Kondisi ini telah merusak upaya integrasi dan masyarakatnya itu sendiri, " keluh Shabir. (ln/iol)