Muslimin Ghaza: Seperti Apa Kami Menyambut dan Melewati Ramadhan?

Blokade total. Penyegelan jembatan, pasar, meningkatnya harga bahan pokok, musim panas, makanan yang menipis, ketiadaan honor para guru dan karyawan, lalu sejumlah besar sekolah dan gedung pemerintah kosong. Ghaza benar-benar lumpuh. Kehidupan sulit sedang dijalani kaum Muslimin di kota tersebut, sementara mereka tahu tak berapa lama lagi mereka harus menyambut bulan Ramadhan yang begitu mereka rindukan.

Ini sekelumit suasana yang dialami Muslimin Ghaza. Di satu sisi mereka pasti bersukacita dengan datangnya Ramadhan, tapi di sisi lain, mereka sangat terhimpit dengan kondisi hidup yang ada. Sejumlah negara melakukan blokade ekonomi terhadap Palestina pascakemenangan telak Hamas dalam pemilu dan memimpin Palestina.

Koresponden Islamonline yang berkeliling kota Ghaza menceritakan bahwa pembicaraan masyarakat di Ghaza pada hari ini umumnya berkisar pada pertanyaan, “Bagaimana kami menyambut Ramadhan tahun ini?” Salim Abul Khair, penduduk Ghaza, mengatakan, “Ramadhan tahun ini akan tiba. Tapi Ghaza menderita pemblokadean yang pasti menghilangkan suasana sukacita kami. Tak ada honor, jembatan penyeberangan ditutup, pasar sepi, harga-harga meningkat tajam. Kondisi yang kami lewati tidak pernah dialami satu bangsa manapun di dunia saat ini. Kami diisolasi dari berbagai arah. Pikiran kita sekarang mengarah pada bagaimana kami menyambut dan menjalani Ramadhan?”

Menurutnya, beberapa pekan ini pasar-pasar di Ghaza memang sudah mulai hidup dan melakukan persiapan Ramadhan. Tapi dengan harga yang tinggi, para pedagang juga khawatir bila barang-barang dagangan mereka tidak banyak terbeli. Sementara itu, Hasan Madhun, salah seorang pedagang di Ghaza mengatakan, saat ini memang terjadi penurunan omset perdagangan di Ghaza dibanding tahun lalu. “Saya ingat bagaimana para aktifis perjuangan Palestina tahun lalu mempersiapkan dan menyambut Ramadhan. Tapi kondisi sekarang jauh berbeda. Tahun ini sangat buruk dari sisi ekonomi.”

Walikota Ghaza Muhammad Qudwa, mengatakan hendaknya dalam situasi seperti ini masyarakat meningkatkan upaya kepedulian sosial, saling bantu dengan sesama penduduk Ghaza yang menderita akibat diblokade total. Ia juga menyarankan agar berbagai lembaga sosial meningkatkan aktifitasnya guna membantu masyarakat yang membutuhkan untuk meringankan beban mereka.

Kesulitan ekonomi yang melanda Muslimin Ghaza juga disampaikan oleh program bantuan makanan milik PBB. Dalam laporannya, disebutkan bahwa perekonomian Ghaza sudah runtuh. Tidak ada masa depan. Tidak ada investasi. Tidak ada harapan. Menurut Arnold Ferkin, yang mengepalai program bantuan makanan di Ghaza, hanya tersisa makanan untuk satu bulan di Ghaza. “Sementara itu, ada sekitar 35 ribu orang nelayan yang dilarang melaut oleh Israel sejak Juni lalu,” tambahnya. (na-str/iol)