Para Mahasiswa Asal AS Itu Disebut "September 11 Kids"

Peristiwa serangan 11 September di New York mendorong rasa ingin tahu ratusan mahasiswa di Amerika Serikat untuk mengetahui lebih jauh tentang Islam, bahasa Arab dan menemukan jawaban tentang stereotipe yang dilekatkan pada Islam dan umat Islam.

Rasa ingin tahu itu mendorong mereka untuk mengunjungi negara-negara Timur Tengah, dan salah satu negara yang menjadi tujuan utama mereka adalah Mesir. Hingga beberapa profesor di American University, Kairo (AUC), menyebut para mahasiswa yang sedang belajar di universitas itu "September 11 Kids."

"Mereka datang dari berbagai usia dan dengan berbagai persuasi, " kata Kim Jackson, wakil presiden AUC untuk bidang mahasiswa asing.

Menurutnya, "11 September menjadi faktor utama. AS, sudah menyadari bahwa kami perlu lebih serius belajar tentang budaya dan bahasa bangsa lain, " kata Jackson yang berkebangsaan Amerika.

Bukan hanya American University of Cairo yang menerima banyak mahasiswa asal AS sejak peristiwa 11 September, tapi juga lembaga bahasa Arab Fajr Center di Kairo, yang jumlah siswanya dari kalangan mahasiswa AS makin meningkat pascaperistiwa Black September dan jumlahnya lebih banyak lagi ketika AS menginvasi Irak.

"Mereka mendengar cerita bahwa di Irak atau Palestina melakukan bom bunuh diri dan mereka ingin tahu mengapa itu bisa terjadi, " kata Presiden Fajr Center for Arabic Languange, Waleed el-Gohary.

Sementara itu, para mahasiswa yang datang ke Timur Tengah mengaku mereka ingin memahami mengapa masyarakat di kawasan ini begitu marah dengan kebijakan AS. Banyak di antara mereka yang juga mengatakan bahwa dunia Arab tidak sekeras seperti yang selama ini digambarkan media massa di AS.

Kenneth Weakley, mahasiswa di Baylor University, Teksas mengatakan bahwa ia ingin mengenal Islam dan ingin tahu kehidupan masyaratnya dengan melihatnya sendiri dan bukan dari berita-berita di media. Ia mengatakan, akan berusaha mengubah stereotipe tentang dunia Arab begitu ia kembali ke Teksas.

"Orang-orang berpikir bahwa setiap orang dari kawasan ini adalah teroris. Atau, mereka membenci Anda karena Anda Kristen. Bukan itu masalahnya. Begitu saya kembali ke negara asal saya, saya akan ceritakan pada teman-teman saya bahwa orang-orang Arab adalah orang-orang yang baik, " papar Weakley.

Anne Shivers, mahasiswi dari University of Illinois mengaku terkejut bahwa Mesir ternyata bukan tempat yang menakutkan seperti yang dikatakan banyak orang di negaranya. Bahkan kakak lelakinya sempat menawarkan uang sebesar 400 dollar AS agar ia tidak pergi ke Kairo.

"Lucu, kondisinya sangat berbeda. Tempat ini sama sekali bukan tempat yang menakutkan. Saya sudah menceritakannya pada kedua orang tua saya, tapi mereka masih tidak percaya, " kata Shivers.

Natasha George memutuskan belajar di AUC setelah saudara laki-lakinya yang anggota angkatan udara AS dikirim tugas ke Irak.

"Saya ingi memahami mengapa negara saya mengambil sikap untuk menginvasi sebuah negara tanpa alasan yang kuat. Saya ingin melihat dengan mata kepala sendiri dan saya tidak percaya degan informasi yang diberikan media-media massa AS, " ujarnya. (ln/al-araby)