Pengangguran dan Kemiskinan, Persoalan Serius Warga Muslim di Inggris

Sebuah studi yang dilakukan terhadap kondisi warga Muslim di Inggris menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok minoritas lain, kondisi sosial warga minoritas Muslim di negeri itu masih sangat memprihatinkan. Banyak warga Muslim di Inggris yang menjadi pengangguran dan hidup dalam kemiskinan.

Hasil studi yang dirilis pada Minggu (14/5), merupakan studi kedua yang pernah dilakukan setelah 3 tahun berselang. Studi dilakukan oleh para peneliti dari universitas-universitas di Birmingham, Derby, Oxford dan Warwick. Hasil studi menunjukkan 14 persen warga Muslim usia 25 tahun keatas tidak memiliki pekerjaan. Selain itu, studi yang ditugaskan untuk mengkaji prospek komunitas beragama di Inggris juga menyebutkan bahwa tingkat pendidikan mayoritas warga Muslim sangat rendah dan mereka rawan terkena penyakit-penyakit menahun.

Menanggapi hasil studi ini, mantan Presiden Muslim Association of Britain (MAB) Anas Al-Tikriti menyalah pemerintah Inggris yang selama ini hanya mengumbar janji akan meningkatkan taraf hidup warga Muslim di negeri itu.

"Masalahnya adalah, pertama, apa yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini," kata Al-Tikriti yang sekarang menjabat sebagai Ketua Eksekutif The Cordoba Foundation, sebuah lembaga riset yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga pengambil keputusan di Eropa dan Inggris.

Al-Tikitri mengecam pemerintah yang mengaitkan isu terorisme dengan buruknya kondisi kehidupan warga Muslim di negara-negara Eropa. "Pemerintah negara-negara itu ingin mengedepankan ide bahwa pada dasarnya isu ektrimisme dan terorisme muncul dari sebuah komunitas miskin, dengan kondisi rumah dan sekolah-sekolah yang buruk dan sejenisnya," kata Al-Tikriti.

Menurutnya, sangat berbahaya mengaitkan terorisme dengan kemiskinan. Tindakan semacam itu, kata Al-Trikiti, hanya upaya untuk menggampangkan permasalahan dan bukan persoalan yang sebenarnya.

Ia mencontohkan bahwa para pelaku ledakan bom London 7 Juli 2005 lalu, bukanlah berasal dari keluarga miskin atau komunitas yang kolot. Bahkan para pelakunya mengenyam pendidikan di sekolah yang kualitasnya cukup baik. Setelah dilakukan penyelidikan, diketahui bahwa alasan yang dikemukan para pelaku adalah karena keterlibatan dan campur tangan Inggris dalam masalah Irak, Palestina dan persoalan umat Islam lainnya.

Al-Tikriti menyatakan, pemerintah harus menangani masalah kemiskinan dan pengangguran di kalangan warga Muslim sebagai fenomena sosial di tengah kehidupan masyarakat Inggris yang modern dan tidak mengkhususkannya pada warga Muslim.

"Kami menginginkan laporan semacam ini tidak dipandang sebagai klaim bahwa persoalan-persoalan ini telah menimbulkan ekstrimisme dan terorisme, karena kalau kita melakukannya, maka ada tiga persoalan yang harus diselesaikan yaitu masalah buruknya kondisi sosial dan pengangguran, masalah terorisme dan ekstrimisme serta masalah kebijakan luar negeri," papar Al-Tikriti.

Meski demikian, ia menyatakan bahwa pemerintah dan warga Muslim sendiri harus memikul tanggung jawab itu bersama-sama. Yang pertama, sebagai warga negara Inggris, warga Muslim menginginkan jaminan bahwa hak-hak mereka dijamin dan mereka akan menunaikan tanggung jawabnya sebagai warga negara.

Untuk itu Al-Tikriti meminta agar warga Muslim Inggris untuk alasan tertentu tidak perlu merasa harus hidup berkelompok secara eksklusif. Warga Muslim harus hidup berdampingan satu dengan yang lainnya, sekolah di sekolah yang sama dan berobat di rumah sakit yang sama.
Menurutnya, fenomena seperti ini memang ada tetapi tidak terjadi di seluruh Inggris.

Bagaimanapun juga, yang lebih penting kata Tikriti, pemerintah Inggris harus melihat hasil studi para peneliti berbagai universitas di Inggris itu sebagai bukti adanya Islamophobia dan diskriminasi agama.

Beberapa pemerintahan lokal masih memberikan pelayanan yang buruk pada warga Muslim meski jumlah mereka di wilayah itu cukup besar. "Ketika kita meminta warga Muslim untuk lebih terbuka, kami harus meminta pemerintah lokal dan nasional untuk memberikan fasilitas dan pelayanan yang menjamin proses pembauran yang positif," tegas Al-Tikriti. (ln/iol)