Perdebatan Boleh Tidaknya Perempuan Nyetir Sendiri, Ramai Lagi di Saudi

Pernyataan seorang isteri diplomat Arab Saudi memicu perdebatan di negara kaya minyak itu. Pasalnya, isteri pejabat itu mengatakan bahwa ia tidak mendukung keinginan kaum perempuan Saudi agar dibolehkan menyetir mobil sendiri, padahal di Dubai, isteri pejabat tersebut nyetir mobil sendiri.

Nawal Al-Shalhoub, isteri konsul Saudi di Dubai dan sudah tinggal di Uni Emirat Arab selama 10 tahun beralasan, perempuan Saudi tidak perlu nyetir sendiri sepanjang masih ada sopir atau saudara laki-laki yang bisa mengantar mereka ke mana saja.

Al-Shalhoub yang juga mengetuai Persatuan Perempuan Korps Diplomatik mengungkapkan pernyataan itu dalam acara workshop bertema "Wanita Arab dan Masa Depan" di Dubai. Pernyataannya dikutip oleh wartawan Saudi yang hadir dalam acara itu, dan ia sangat tidak setuju dengan pandangan Al-Shalhoub.

"Siapapun yang mengklaim kaum perempuan Saudi mendapatkan penuh hak-haknya, tidak sesuai dengan realita atau mereka semata-mata hanya mewakili diri mereka sendiri, " kata Nadine Al-Bedeir, nama wartawan itu.

Nadine menegaskan bahwa kaum perempuan Saudi belum mendapatkan akses untuk banyak hal, termasuk pekerjaan-pekerjaan level tinggi di sektor swasta. "Perempuan Saudi tidak memiliki hak politik, hukum dan sosial. Kasus-kasus bunuh diri, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian berbasis kelas sosial, dan hak mengemudikan mobil sendiri, adalah sedikit contoh bagaimana pilihan seorang perempuan tidak dihormati, " papar Nadine.

Aktvis HAM dan kepala bagian berita lokal stasiun televisi Al-Eqtisadiah, Barea Al-Zubaidi berpendapat, hak mengemudikan mobil sendiri adalah kebutuhan manusia. "Setiap manusia punya keluarga, apakah harus diurus oleh sopir?, " tanyanya.

"Seorang perempuan melahirkan generasi-generasi. Bayangkan akan seperti apa generasi itu ketika orang yang membesarkan dan mendidik mereka merasa frustasi dan diperlakukan seolah-olah tidak eksis, " tandas Barea.

Menurut penulis dan ketua "Oriental Women Forum" Sara Al-Khathlan, sudah ada kemajuan dalam bidang hukum terkait dengan hak-hak perempuan, tapi hukum-hukum itu tidak ditegakkan dengan adil.

Sementara Loloa Al-Hamdan, ustadzah dan anggota Lembaga Sosial Makkah berpendapat sedikit berbeda. Ia mengatakan, "Ini masalah prioritas. Daripada berdebat tentang hak mengemudi, kita selayaknya mengupayakan bagaimana memberikan akses pada kaum perempuan agar bisa belajar di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kita harus membantu para janda dan isteri-isteri yang suaminya di penjara. Kita harus memastikan bahwa seorang perempuan mendapatkan hak waarisnya, " tandas Loloa. (ln/al-araby)