Pintu Maghariba, Shalahuddin dan Pembebasan Al-Quds dari Pasukan Salib

Rubba dhaarrah naafi’ah. Itu pepatah Arab yang artinya mengurai fakta banyak tindakan bahaya yang sejatinya membawa dampak negatif tapi justru membawa kegunaan di sisi lain. Barangkali pepatah seperti itu cocok untuk diterapkan terhadap peristiwa yang terjadi belakangan ini di Palestina, tepatnya di pintu masuk Maghariba di Masjid Al-Aqsha.

Selama ini, belum pernah ada pembicaraan apapun kecuali tentang "pintu Maghariba" yang memang dalam sejarah memiliki nama seperti itu. Belum ada informasi yang disepakati para sejarawan tentang nama pintu areal Masjid Al-Aqsha itu sebelumnya. Berbagai informasi lebih jauh tentang Maghariba tertuang di banyak artikel, informasi internet, elektronik, atau dari mulut ke mulut. Banyak orang yang kini membicarakan lebih jauh tentang pintu Maghariba ini. Bagaimana dan apa peran pintu itu saat penaklukan pasukan Salib oleh Shalahuddin Al-Ayyubi? Apa juga fungsi pintu itu dalam proses pembebasan kota Al-Quds dari pasukan salib?

Lalu, informasi tentang Maghariba pun berkembang demikian jauh hingga membawa rasa memiliki yang sangat kuat dalam hati kaum Muslimin dalam menghadapi Israel. Kaum Muslimin semakin mengetahui apa arti pintu Maghariba itu bagi para pendahulu mereka dalam sejarah Islam. Mona Ghanu, seorang karyawati di Maroko mengatakan, “Sikap Israel menodai Maghariba, tidak hanya akan memicu kemarahan dalam bentuk demonstrasi saja, tapi juga akan semakin menyingkap sejarah bernilai tentang Maghariba. ” Ia lalu menyatakan akan ada gerakan pengenalan sejarah lebih dalam yang dilakukan melalui berbagai seminar peradaban pintu Maghariba yang akan semakin menuai sentimen kuat kaum Muslimin.

Kajian sejarah tentang Maghariba sudah mulai dilakukan. Kamal Helal, seorang guru di Maroko mengatakan sejumlah ilmuwan sejarah terpancing untuk mengenal lebih jauh pintu Maghariba setelah Israel menodainya. Informasi sejarah tentang Maghariba itu, sama sekali belum diketahui generasi Islam sebelumnya. “Saya pribadi sudah menugaskan murid-murid untuk melakukan kajian sejarah sederhana tentang latar belakang pintu Maghariba. Ini dilakukan agar mereka sebagai generasi penerus lebih mengetahui dimensi perang melawan penjajah Zionis Israel, ” katanya.

Ada lagi situs bernama Tauhid wa Al-Ishlah yang melakukan diskusi langsung dengan seorang sejarawan Idris Abu Zaid yang juga merupakan pimpinan gerakan Tauhid wal Islah. Tema dialog itu adalah, “Pintu Maghariba di hati kaum Muslimin”. Dalam situs itu Idris mengatakan, “Pintu ini adalah pintu milik kalian. Al-Maqdis adalah milik kalian. Sejarah adalah sejarah milik kalian. ”

Pengenalan lebih jauh tentang Maghariba memang semakin berkembang. Antara lain, setelah Perang Salib yang dimenangkan pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi pada perang Hitthin 1187 M, dan direbutnya Baitul Maqdis, wilayah Maghariba dijadikan tempat tinggal bagi pasukan Shalahuddin yang ikut serta dalam peperangan. Tempat itu merupakan penghormatan dan apresiasi bagi mereka karena peran mereka membebaskan Al-Quds.

Ketika Shalahuddin ditanya kenapa memilih Maghariba untuk dihuni para pejuangnya, yang sekaligus di sisi pagar Masjid Al-Aqsha, pahlawan Islam itu menjawab, “Aku tempatkan mereka di sana bagi mereka yang tangguh di darat, mampu mengarungi lautan, dan merekalah yang paling mampu menjaga dan memelihara masjid yang mulia ini dan kota ini. ”

Pintu Maghariba, adalah bagian dari daerah yang disebut Maghariba. Ia adalah wilayah paling populer yang ada di kota Al-Quds di zaman dahulu. Tahun 1967, lokasi ini pernah dihancurkan oleh Israel dan dirubah menjadi lokasi tembok Ratapan, untuk tempat peribadatan orang-orang Yahudi yang berkumpul di Tembok Al-Buraq atau disebut juga dengan Tembok Ratapan. (na-str/iol)