Tiga Titik Kritis Penentu Sukses Tidaknya Perundingan Makkah

Kesempatan untuk bersepakat, sama-sama terbuka dengan kesempatan untuk berbeda. Ruang optimis sama dengan ruang pesimis. Inilah salah satu fakta yang harus diterima dalam dialog dan pertemuan Makkah yang kini dilakukan dua tokoh penting Hamas dan Fatah, Khalid Misal dan Mahmud Abbas.

Ada tiga titik kritis yang memungkinkan perbedaan besar antara dua kelompok Palestina yang tengah berdialog, Rabu (7/2) siang waktu Makkah. Dan ada tiga titik lain yang sebenarnya bisa semakin mendorong mereka untuk sepakat dalam membentuk pemerintahan koalisi.

Situs Islamonline menyebutkan titik perbedaan itu bisa terjadi dalam teks program politik yang akan dijalani pemerintahan koalisi, terkait degan sejumlah perundingan yang pernah ditandatangani oleh pemerintahan masa lalu dan Israel. Pengakuan terhadap naskah perundingan masa lalu itu, sama saja artinya dengan mengakui eksistensi Israel dan itulah titik kedua yang bisa melebarkan perbedaan. Sisi itulah yang selama ini paling ditolak oleh Hamas yang memimpin pemerintahan Palestina. Sedangkan titik ketiga yang bisa memunculkan perbedaan tajam adalah soal nama yang akan mengisi jabatan Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan mendatang.

Meski demikian diperkirakan peran besar dan pengaruh Saudi Arabia sebagai mediator pertemuan sangat diharapkan bisa mendamaikan kedua belah pihak ini. Peran yang dilakukan Saudi untuk mendekatkan Hamas dan Fatah, juga akan memberi pengaruh terhadap sikap AS yang kemungkinan akan menerima hasil perundingan.

Islamonline menyebutkan sejumlah informasi yang didapat dari pertemuan pendahuluan antara Hamas dan Fatah. Antara lain terkait titik perbedaan soal pengakuan terhadap hasil perundingan pemerintahan lalu. Perbedaan itu akan dijembatani dengan mengubah kata “mengikat” (iltizam) dengan “menghormati” (ihtiram). Perubahan kata itu diharapkan bisa sedikit menurunkan ketajaman perbedaan terkait perundingan masa lalu dengan penjajah Israel.

Sejumlah sumber mengatakan, “Fatah telah menjelaskan dalam pertemuan pendahuluan, bahwa sekedar perubahan kata dalam perundingan itu tidak cukup untuk bisa membuka blokade yang kini diderita rakyat Palestina. Perubahan itu mungkin bisa mengubah sikap dunia internasional, tapi perubahan itu tidak signifikan.”

Tapi, sejumlah informasi media menyebutkan tokoh-tokoh Fatah telah sepakat dengan perubahan kata “mengikat” dengan “menghormati” meskipun hal ini masih terus digodog oleh tokoh Fatah

Sementara itu, ada pula tiga titik yang cenderung menyatukan Hamas dan Fatah. Menurut Islamonline, tiga titik itu adalah; pertama, penguasaan Hamas yang mengendalikan berbagai lembaga keamanan Palestina di Ghaza.

Hamas jelas lebih menguasai kepolisian Palestina, intelejen dan bahkan sejumlah lokasi pengamanan presiden. Ini terlihat dari sejumlah pertikaian terakhir antara kelompok pendukung Hamas dan Fatah. Dengan begitu, Ghaza bisa dikatakan berada di tangan Hamas berikut sayap militernya. Penguasaan Hamas yang dominan di Ghaza inilah yang menyebabkan mustahil digelar percepatan pemilu seperti yang dilontarkan Abbas beberapa waktu lalu.

Faktor kedua, upaya Saudi Arabia dalam pertemuan ini yang memiliki dampak politis, ekonomi dan ideologis untuk bisa mempertemukan Hamas dan Fatah.

Dan titik ketiga, yang bisa mengundang optimisme adalah hubungan baik dan kuat antara Saudi dengan AS yang bisa menjadikan hasil pertemuan ini bakal diterima oleh AS. Peran Saudi sebagai mediator, berbeda dengan negara manapun di mata AS. (na-str/iol)