Undang-Undang Imigrasi Ancam Nasib Jutaan Imigran Ilegal di AS

Lebih dari 11 juta imigran ilegal di AS sedang berharap-harap cemas akan nasib mereka, menyusul undang-undang imigran baru yang diajukan pemerintah AS. Dalam undang-undang itu, para imigran yang tidak memiliki dokumen resmi dianggap sebagai tindakan kriminal. Rencana ini memicu gelombang aksi protes di AS sejak pekan kemarin.

Saat ini, draft undang-undang itu sedang dibahas di Komite Hukum Senat AS dan ternyata pembahasan di komite itupun melahirkan dua kubu antara yang setuju dan tidak setuju dengan materi undang-undang tersebut.

"Kami harus menemukan jalan untuk mengurus mereka (para imigran)," kata Arlen Specter, senator dari partai Republik yang juga ketua komite dalam acara ‘This Week’ di saluran televisi ABC, Minggu (26/3).

"Jika mereka siapa bekerja untuk menjadi warga negara AS, yang dalam sejarahnya para imigran ini banyak membantu negeri ini, kita bisa memiliki dua undang-undang, yaitu undang-undang kebangsaan dan undang-undang imigran bagi para pekerja yang telah berperang sangat-sangat penting dalam perekonomian kita," sambungnya.

Draft undang-undang ini sudah dibuat sejak setahun lalu dan isinya bukan hanya mengatur tentang imigran ilegal tapi juga rencana pembangunan tembok sepanjang 1.126 kilometer di sepanjang perbatasan AS dengan Meksiko.

Presiden AS, George W. Bush sangat memprioritaskan masalah imigran sebelum terjadi serangan 11 September. Ia menyerukan ‘cara resmi untuk menyelaraskan keinginan para pekerja dari luar AS dengan keinginan para pekerja dari kalangan rakyat AS sendiri.’ Bush kemudian membuat rencana regulasi terhadap status para pekerja ilegal yang mengisi lapangan pekerjaan di AS yang tidak bisa diisi oleh sumber daya di AS sendiri. Setelah serangan 11 September, Bush menyerukan agar keamanan di perbatasan negaranya diperketat lagi.

Apakah Komite Hukum Senat AS akan melanggengkan undang-undang itu, jawabannya masih harus menunggu hasil perdebatan di senat selama dua minggu ini, yang akan dimulai pada Selasa (28/3).

Di kalangan anggota legislatif dari partai Republik, terjadi beda pendapat terhadap keberadaan undang-undang tersebut termasuk tentang bagaimana cara untuk melakukan reformasi di sektor imigrasi. Kebanyakan para imigran melewati perbatasan AS dan Meksiko di wilayah selatan untuk masuk ke AS.

Perdebatan di kalangan anggota legislatif AS antara lain mengenai, apakah para imigran ilegal itu perlu dikembalikan ke negara asalnya sebelum mereka dianggap layak menjadi warga negara AS. Dalam perdebatan ini, mengemuka usulan agar para majikan yang mempekerjakan imigran ilegal juga dikenai sangsi hukum dan menyediakan lebih banyak lagi visa.

Namun kebanyakan para majikan dan pendukung hak-hak imigran lebih menyukai draft yang dibuat oleh senator John McCain dan Edward M. Kennedy yang memberi peluang bagi para imigran ilegal untuk menjadi mendapatkan izin tinggal permanen setelah bekerja selama 6 tahun. Pendekatan lainnya yang ditawarkan adalah, para imigran akan mendapatkan izin kerja dalam kurun waktu sampai lima tahun. Setelah itu mereka harus keluar dari AS, tapi bisa mengajukan permohonan untuk masuk kembali ke AS.

Aksi Unjuk Rasa

Sejumlah aksi unjuk rasa menentang undang-undang pengetatan aturan imigrasi akan digelar di Washington. Para pendeta rencananya akan ikut turun ke jalan dengan tangan terborgol sebagai bentuk protes terhadap apa yang mereka sebut sebagai kriminalisasi atas program mereka membantu para imigran yang miskin.

Laporan Washington Post Senin (27/3) menyebutkan, Gereja Katolik Roma adalah salah satu institusi yang paling kuat berada di belakang gelombang aksi unjuk rasa tersebut.

Para pencetus aksi unjuk rasa mengaku tidak menyangka dengan sambutan masyarakat untuk mendukung para imigran. "Luar biasa. Orang-orang bergabung secara spontan. Sepertinya para jumlah imigran sudah bertambah banyak. Saya menyebutnya sebagai kebangkitan gerakan hak-hak sipil di negeri ini," kata Partha Banerjee, Direktur New Jersey Imigration Policy Network.

Sekitar 5.000 pengunjuk rasa melakukan aksi protes di jalan-jalan di Los Angeles pada hari Minggu kemarin. Sehari sebelumnya, sekitar 100.000 orang berunjuk rasa di Chicago, 30.000 di Milwauke, Wisconsin dan 15.000 di Phoenix, Arizona.

Para pendukung hak asasi menegaskan, undang-undang yang diajukan itu tidak banyak memberikan perbaikan nasib bagi jutaan imigran di AS. "Ada 11 juta orang tinggal dan bekerja di AS. Undang-Undang ini sama sekali tidak berarti apa-apa," kata Cecilia Munoz, Wakil Presiden Dewan Nasional La Raza, kelompok advokasi bagi komunitas warga Amerika Latin.

"Kami sangat perlu menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa kami akan memiliki undang-undang yang akan diterapkan dan diberlakukan," katanya pada NBC.

Para pengusaha di AS juga mengeluhkan bahwa undang-undang itu akan berpengaruh pada bisnis mereka. Pasalnya, pekerjaan yang tidak membutuhkan tenaga trampil banyak diisi oleh para imigran. (ln/iol/aljz)