Ketegangan di Laut Cina Selatan Kian Memuncak, Negara-Negara ASEAN Perbanyak Armada Tempurnya

konflik-laut_china_selatan_medansatuEramuslim.com – Situasi Laut China Selatan makin memanas. Sejumlah negara ASEAN termasuk Indonesia telah menyiagakan armada tempurnya karena klaim China atas Kepulauan Spartly dan Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Indonesia. Kemarin, AS telah mengirim sebuah Kapal Perusak (Destroyer) USS Lessen yang mendekati posisi Cina hanya sejauh 12 Mil laut.

Ketegangan di wilayah ini sejak lama terjadi, namun kembali memanas sejak pertengahan tahun lalu hingga saat ini. Selain klaim China, ketegangan ini juga dipicu pembangunan kilang minyak China His Yang Shi You 981 di wilayah yang dianggap masuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinental Vietnam.

Seperti dikutip dari sindonews, Senin (26/10), China mengklaim wilayah Laut China Selatan berdasarkan fakta sejarah dimulai era Dinasti Han 110 sebelum masehi. Era itu dilakukan ekspedisi laut ke Spratly Islands (Kepulauan Spartly) oleh bangsa China ketika Dinasti Ming 1403-1433 masehi.

Saat itu para nelayan dan pedagang China sudah bekerja dan menetap di wilayah tersebut. Klaim China ini diperkuat dengan mengeluarkan peta nine dashed lines (sembilan garis putus-putus) pada tahun 1947 dan Mei 2009.

Berdasarkan peta itu, China mengklaim semua pulau yang ada di wilayah itu mutlak milik negeri yang dijuluki Tirai Bambu itu. Mengacu peta itu, China juga mengklaim perairan yang berada di wilayah tersebut masih miliknya, termasuk kandungan laut maupun tanah di bawahnya. Yang membuat murka Indonesia, peta itu juga memasukkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah China.

Sikap China ini memicu reaksi dari negara yang wilayahnya bersinggungan dengan Laut China Selatan. Mereka adalah, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei dan Philipina. Semakin masifnya China mengklaim wilayah tersebut dengan membangun infrastruktur semakin memicu ketegangan di Laut China Selatan. Masing-masing negara terkait yang tergabung dalam ASEAN semakin meningkatkan kekuatan militernya di sekitar Laut China Selatan.

Contohnya Filipina. Negara ini menaikkan anggaran milternya tiga kali lipat  untuk mengamankan daerahnya di sekitar Laut China Selatan. Malaysia juga melakukan hal sama untuk membeli dua kapal selam bermesin diesel dari Perancis. Bahkan Vietnam ikut memperkuat militernya dengan membeli enam kapal selam Kilo-class dan 12 pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKK dari Rusia.

Kondisi semakin rumit ketika kepentingan Amerika Serikat (AS) masuk di tengah eskalasi ketegangan meningkat di wilayah Laut China Selatan. Negeri Paman Sam itu mulai ikut intervensi dalam krisis di Laut China Selatan ketika China semakin masif memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut dengan melakukan pembangunan secara besar-besaran.

Amerika Serikat memperkuat pengaruhnya di kawasan Asia Pasifik dengan meningkatkan operasional militernya di bagian barat dan utara benua Australia dan menjadikan Darwin sebagai pangkalan militer utama.

Perkembangan ini harusnya menjadi pertimbangan para pemimpin Indonesia, karena jarak antara Darwin dan pulau terdepan Indonesia di bagian selatan, yaitu Pulau Selaru, Nusa Tenggara Timur hanya 400 mil atau 20 menit waktu tempuh jika menggunakan pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Tentu saja perkembangan ini harus dicermati Indonesia.

Terlepas dari itu, apa keuntungan dan daya tarik Laut China Selatan yang menyebabkan terjadinya eekalasi ketegangan di wilayah tersebut. Laut China Selatan, ternyata menjadi jalur strategis yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik sekaligus menjadi pintu masuk yang vital bagi perdagangan di Asia Timur.

Sedikitnya, 85% impor energi China dan suplai minyak untuk Jepang dan Korea melalui perairan tersebut. Sementara 55%  hasil produk India yang diperdagangkan dengan Asia Pasifik melalui Laut China Selatan menuju China, Jepang, Korea dan Amerika Serikat.

Potensi lain yang dimiliki Laut China Selatan adalah ekosistem laut yang luas dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia mampu menghasilkan ikan dengan jumlah tertinggi dunia untuk kebutuhan ekspor maupun rumah tangga. Potensi lainnya yang bisa diambil dari Laut China Selatan adalah kandungan 50 miliar ton minyak mentah dan lebih dari 20 triliun meter kubik kandungan gas alamnya.(ts/medansatu)