Jasmerah! Singapura, Negeri Melayu Yang Terampas

Apalagi di pedalaman, kata Tan. Semua mata pekerjaan masih di tangan pribumi (Indonesia). Misalnya pertambangan timah yang terkenal ketika itu, semuanya dikuasai oleh orang-orang Indonesia.

“Di sebutkan dalam satu tulisan bahwa menjelang penghabisan abad yang lalu, perusahaan timah terbesar ialah dimiliki dan diusahakan oleh seorang majikan bernama Raja Mandailing,” tutur Tan.

Namun ketika Singapura dikuasai Inggris, banyak imigran-imigran asing datang ke sana, di antaranya bangsa Tionghoa dan Hindustan. Awalnya mereka juga ada yang bekerja menjadi kuli bersama penduduk pribumi. Tetapi perlahan-lahan, imigran-imigran itu menetap dan jumlahnya kian banyak.

pengemis-melayu
Di negerinya sendiri, pribumi Melayu menjadi pengemis

Kondisi ekonomi mereka juga terangkat, hingga akhirnya banyak orang-orang bangsa Tionghoa dan Inggris justru menguasai perkebunan-perkebunan. Cuma ladang getah ‘setelapak tangan’ luasnya yang dimiliki penduduk asli. Ironisnya, hasil getah setelapak tangan itu pun jatuh ke bawah peraturan “restriction” (pembatasan).

Pada 1937, kata Tan Malaka, jumlah penduduk Singapura ditaksir mencapai 700 ribu orang. Di antaranya ditaksir 600 ribu orang Tionghoa atau sekitar 85 persen, orang Keling-Hindu sebanyak 70 ribu orang atau 10 persen, sedangkan orang Melayu sebanyak 30 ribu orang atau hanya sekitar 5 persen saja.

“Demikianlah jatuh perbandingan banyak bangsa Melayu yang semula 90 persen, tapi ketika Inggris masuk, menyusut sampai tinggal 5 persen, atau 1 persen, dari jumlah penduduk dalam waktu satu abad di kemudian hari.” (ts/mdk)