Pentagon Sebut Serangan Udara di Libya di Luar Prediksi

Smoke rises after an airstrike on District 3, the last stronghold of Islamic State (IS) members in Sirte, on September 28, 2016. Libya is facing "political impasse" and "hazardous military developments", the UN envoy to the North African country Martin Kobler warned, highlighting the impact of violence on civilians. The country has been ravaged by unrest since the fall and death in 2011 of dictator Moamer Kadhafi and has also seen the jihadist Islamic State group establish a foothold. / AFP / Fabio Bucciarelli (Photo credit should read FABIO BUCCIARELLI/AFP/Getty Images)

Eramuslim – Memasuki bulan ketiga operasi militer di Libya, Senin 3 Oktober 2016 Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) mengakui bahwa serangan udara di kota Sirte jauh melebihi dari prediksi yang sebelumnya diperkirakan AS.

“Ketika militer Amerika Serikat memulai serangan udara terhadap kelompok mujahidin di kota Sirte, Libya, pada 1 Agustus kemarin, kami yakin bahwa operasi ini akan berakhir dalam hitungan pekan dan bukan bulan,” ujar juru bicara Kementerian Pertahanan AS, Jeff Davis.

Jeff Davis melanjutkan, “Kami sekarang berada di bagian akhir dari operasi perebutan kota, dan ini adalah hal yang paling sulit yaitu membersihkan Sirte dari penembak jitu. Hanya serangan udara yang dapat memudahkannya.”

Menurutnya meskipun telah berkerjasama dengan pasukan nasional Libya di darat, akan tetapi hingga kini AS belum berhasil merebut kota dari kelompok mujahidin Libya.

Dalam konteks terkait, Komando militer Amerika Serikat khusus untuk Afrika “AFRICOM” menyatakan bahwa sepanjang hari Minggu (02/10) kemarin pihaknya telah meluncurkan 20 serangan udara ke kota Sirte, Libya.

Tercatat hingga hari Senin kemarin AS dan sekutunya sedikitnya telah meluncurkan 200 serangan udara di berbagai kota Libya. (Skynewsarabia/Ram)