7 Pabrik dari China Mau Pindah ke RI, Dibangunnya Kapan?

Eramuslim.com -Bak mobil balap yang tancap gas, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melaporkan bahwa 7 perusahaan asing yang merelokasi pabriknya ke Indonesia akan melakukan groundbreaking pada bulan ini.

Bahlil menyatakan perusahaan-perusahaan tersebut sudah memenuhi semua persyaratan. Dia memastikan bulan Juli ini akan ada sebagian pabrik yang mulai groundbreaking. Hanya saja Bahlil tak menjelaskan pabrik mana yang mau groundbreaking bulan ini.

“Saat ini ada 7 perusahaan yang akan berinvestasi dan sudah diumumkan pak Presiden, termasuk juga yang dari China. Beberapa perusahaan ini akan memasuki groundbreaking pada bulan Juli,” kata Bahlil dalam konferensi pers virtual berbahasa Inggris, ditayangkan live di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (9/7/2020).

Seperti diketahui, sebanyak 7 pabrik ini akan direlokasi ke beberapa daerah di Indonesia, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Sumatera Utara.

Tiga di antaranya akan direlokasi ke KIT Batang. Pabrik-pabrik ini akan direlokasi dari China, Jepang, dan Korea. Presiden Joko Widodo sendiri yang memastikan bahwa 7 pabrik ini akan melakukan relokasi ke Indonesia.

Kembali ke Bahlil, dia juga menjelaskan bahwa masih ada 17 perusahaan asing lainnya yang akan memindahkan pabriknya ke Indonesia. Dia menargetkan di akhir 2020 prosedur perizinan investasi untuk belasan perusahaan ini akan selesai.

“Kami juga memiliki 17 perusahaan lain dan kami jaga komunikasi dengan mereka. Pengembangan investasinya mencapai 80%. Pada akhir tahun 2020, prosedur perizinan para investor akan selesai,” ujar Bahlil.

“Kami juga melihat perhatian datang dari banyak negara, salah satunya dari Amerika Serikat,” lanjutnya.

Sebagai informasi, 7 pabrik yang disebut Bahlil sendiri adalah sebagai berikut:
– PT Meiloon Technology Indonesia
Relokasi pabrik dari Suzhou, China. Pabrik di Taiwan dan China merupakan pusat produksi untuk pasar global

– PT Sagami Indonesia
Relokasi pabrik dari Shenzen, China karena biaya pabrik dan tenaga kerja di Indonesia lebih kompetitif dari China