Bazis DKI Jakarta Dianggap Ilegal, Kenapa ?

Pada 31 Oktober di tahun yang sama, Presiden ke-2 Indonesia Soeharto mengeluarkan surat perintah presiden dan menyerukan pelaksanaan zakat untuk pembangunan nasional. Surat tersebut direspons oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI pada saat itu, melalui penerbitan Surat Keputusan No. Cb14/818/68.

SK Gubernur Ali Sadikin inilah yang jadi pijakan bagi Bazis DKI untuk beroperasi. Keputusan ini pula yang membuat mereka tidak terima dianggap ilegal.

Selain itu, Wildan juga bersikukuh lembaganya tidak melanggar ketentuan Undang-undang tentang pengelolaan zakat. Ia menyitir pasal 43 beleid tersebut yang berbunyi: “Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum aturan berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai Baznas provinsi.”

Untuk mempertegas status ini, Bazis DKI kemudian menyelenggarakan diskusi grup terfokus pada Rabu (18/4) kemarin. Beberapa tokoh yang hadir di antaranya Ridwan Saidi, CEO Lazis NU Care/Lazis NU KH. Syamsul Huda hingga Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana dan Muhammad Taufik.

Hasilnya, menurut Humas Bazis DKI JakartaErwanto, “Mereka sepakat, bicara soal kelembagaan, Bazis Jakarta ini legal dan sah. Bahkan Pak Taufik bilang, kalau perlu nanti dibuatkan Perda-nya.” Namun perlu dicatat bahwa FGD ini bukan forum pengambil keputusan. FGD hanya berfungsi untuk memperjelas situasi.

Landasan Hukum Baznas Lebih Kuat

Dikuatkan dengan kesimpulan FGD, Erwanto menyatakan Bazis DKI bakal tetap terus beroperasi meski Kepala Baznas Bambang Sudibyo mengimbau masyarakat untuk tak mengirimkan infak dan sedekah lewat mereka.

“Saya pikir masyarakat juga sudah percaya kalau hasil sedekah dan infak mereka dikelola secara transparan dan bertanggung jawab,” imbuhnya. (Trt)