Bukhori Yusuf: Historiografi Indonesia Kurang Mengungkap Peran Ulama

Lebih lanjut, dikatakan Bukhori, menghapus Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dalam memori intelektual masyarakat adalah pengkhianatan terhadap amanat Bung Karno untuk tidak sekali-kali melupakan sejarah. Sekaligus bentuk pengabaian peran umat Islam dalam mendirikan dan mempertahankan Republik.

Anggota DPR yang pernah menjabat sebagai Ketua IPNU Jepara ini juga mengkritik penulisan sejarah Indonesia yang tertuang dalam buku formal sekolah.

Menurutnya, penulisan sejarah dalam buku tersebut seperti condong Belanda-Sentris/Eropa-Sentris dan kurang kritis secara metodologi. Sehingga, ia mendorong terobosan baru dalam historiografi Indonesia.

“Fenomena ini akhirnya membuat kita datang pada suatu kesadaran untuk meninjau kembali Historiografi Indonesia yang tertuang dalam buku-buku formal di sekolah, di mana sedikit sekali mengungkap peran ulama dan santri dalam perjuangan penegakan kedaulatan hingga mempertahankan NKRI,” paparnya.

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan ketuhanan, lanjutnya, tidak sepenuhnya compatible dengan narasi sejarah yang dibangun dari konstruksi berpikir yang sekuleristik, sebagaimana dituliskan oleh para sejarawan barat dan orientalis.

“Kendati begitu, bukan berarti kita anti terhadap narasi sejarah yang dituliskan mereka. Tetapi, cukup dimaknai sebagai pengayaan khazanah. Sementara, historiografi kita harus dibangun dari kajian yang kritis, referensi yang kuat, dan penulisan yang objektif dengan tidak mengesampingkan peran umat Islam sebagai salah satu isu krusialnya,” jelasnya.

Narasi sejarah, dia melanjutkan, akan membentuk kepribadian bangsa.

“Sebab itu, kita perlu adil sejak dalam pikiran. Termasuk pengakuan kita secara jujur bahwa para ulama dan santri adalah domain penting dalam historiografi Indonesia,” pungkasnya. (Rmol)