Dr. Fuad Bawazier: Gausah Sewot, Kami Ekonom Juga Tahu Tentang Utang

Jadi dari segi kajian dengan memperhatikan berbagai variabel yang berkaitan dengan kemampuan membayar kembali utang plus bunganya, utang pemerintah memang mencemaskan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai target dan perdagangan yang lesu, pihak swastapun mulai merasakan kesulitan membayar utangnya. Kredit berma salah di bank-bank cenderung meningkat dan restrukturisasi utang kabarnya semakin banyak untuk mengurangi status kredit macet.

Karena itu atas berbagai kajian ilmiah dan kritik para ekonom, pemerintah tidak perlu sewot apalagi menudingnya sebagai provokasi.
Ingat bahwa krisis ekonomi dahsyat 1997 bermula dari ketakutan pasar bahwa swasta Indonesia akan kesulitan membayar utang utangnya terlebih utang dalam valas.

Ketakutan ini mengawali melemahnya kurs rupiah. Padahal saat itu (1997) kondisi keuangan negara amat bagus dan indikator ekonomi makro pada umumnya bagus termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca perdagangan yang surplus dan cadangan devisa yang memadai. Bahkan saat itu (1997) berkali kali pemerintah menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat. Tetapi masalah atau issue yang dihadapi / dilihat kreditur berbeda yaitu apakah debitur akan mampu membayar kembali utangnya? Ini adalah issue mikro yang unik yang tidak selalu berkaitan langsung dengan indikasi ekonomi makro. Dari issue pokok inilah krisis yang bersumber dari utang itu seperti tiba tiba saja terjadi dan Indonesia benar benar kalang kabut.

Karena itu kita,- khususnya pemerintah,- sebaiknya tidak menganggap enteng persoalan utang ini. Jangan pula menganggap bahwa para ekonom pengkritik tidak tahu persoalan alias merasa pintar sendiri. Karena cepat atau lambat pasar akan menyadari bahwa pemerintah akan memasuki masa-masa sulit untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya, dan itulah awal dimulainya krisis.(kk/teropongsenayan)