Fahri: Jargonnya Revolusi Mental, Tapi yang Dibangun Beton ?

“Saya mengundang haters yang mungkin hanya melihat saya di media sosial, gemas dengan tulisan saya, saya ingin mereka hadir dan menghujamkan pertanyaan yang keras kepada saya dan saya terbuka untuk (menjawab) itu,” terangnya.

Ia menyadari banyak pula netizen yang tidak menyukainya. Namun hal ini dinilainya sangat wajar. Karena baginya seorang pemimpin harus diuji agar menjadi tangguh.

“Pemimpin itu harus otentik, ia harus punya pikiran. Jangan anda memimpin bangsa yang begitu besar, tapi pada setiap pagi bangsa anda bangun dan tidak melihat pikiran apa yang anda keluarkan pada hari itu,” tutur politisi dapil NTB itu.

Fahri mengingatkan bahwa Indonesia lahir dari narasi, pidato-pidato bernash (lafadz yang petunjuknya tegas untuk makna yang dimaksudkan) para pemimpinnya yang menjadi magnet mempersatukan ribuan pulau dan beratus-ratus suku.

“Karena itu, kita tidak bisa menerima pemimpin yang tidak punya tradisi orasi, dan bahkan mengecam orasi sebagai tindakan yang hanya omong doang. Ya seperti sekarang ini, katanya revolusi mental, tapi yang dibangun beton. Jalan pikiran tidak ia bangun, sehingga kita satu sama lain saling meragukan ideologi, politiknya terpecah belah, ekonominya kacau balau. Dan yang lebih mirisnya lagi, kita diminta untuk memuja-muja utang, seolah olah utang itu bagus, di mana-mana ya utang itu jelek,” tegas Fahri yang saat ini mulai merintis usaha ‘Kopi Revolusi’.

Acara ini juga diramaikan permainan yang melibatkan 2F (Fahri-Fadli) untuk melihat kekompakan satu sama lain dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan netizen. Selain acara ngopi juga ada stand up comedy. (rmol)