FPKS Tuding Pemerintah Gunakan Dana Covid-19 Untuk Bayar Utang

“Siapa dan bagaimana pertanggungjawabannya? Mengapa semua utang BUMN dibebankan kepada APBN? Padahal BUMN seperti Garuda Indonesia, BUMN Karya dan lain-lain sebagian sahamnya dimiliki oleh pemegang saham minoritas yang memiliki tanggung jawab yang sama,” tandas dia.

“Namun mengapa masalah utang ini hanya pemerintah yang bertanggung jawab dan pemerintah lemah dihadapan pemilik saham lainnya,” sindirnya.

Kemudian, lanut dia, BUMN sering berganti direktur dan komisaris BUMN namun ternyata tidak banyak mengubah kondisi BUMN.

“BUMN hanya dijadikan sapi perah, ajang bagi-bagi kekuasaan dan kue ekonomi bagi partai pendukung dan relawan pendukung Jokowi,” sindirnya.

Seharusnya, kata Sukamta, pemerintah Jokowi-Ma’ruf bersama Menteri BUMN Erick Thohir mengevaluasi terlebih dahulu BUMN yang bermasalah baik secara manajemen keuangan maupun tata kelola.

“Lakukan audit kinerja BUMN, kalau perlu audit forensik, agar jelas kerugian-kerugian BUMN ini disengaja atau tidak. Setelah evaluasi, BUMN-BUMN dengan kinerja baik layak mendapatkan bantuan modal baru,” tegasnya.

Menurutnya, saat ini bukan saat yang tepat membayar hutang BUMN dan mungkin kebijakan lainnya yaitu memberikan pinjaman dana murah kepada korporasi besar dengan menggunakan uang berasal dari utang pemerintah.

“Lebih baik dana yang diberikan kepada korporasi besar langsung disalurkan kepada rakyat Indonesia yang terdampak langsung COVID-19. Bunga utang tahunan saja telah mencapai Rp 300 triliun pada tahun 2021. Kondisi ini semakin membebani APBN dan tentunya menjadi beban rakyat yang setiap tahun membayar pajak dan berbagai iuran yang kini gencar dipungut dan dinaikan oleh pemerintah, “ jelas ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri ini.

Sukamta kemudian menjelaskan lebih detail akal bulus pemerintah yang memanfaatkan COVID-19 sebagai alasan untuk menutupi dan menyalurkan dana talangan kepada BUMN yang kinerjanya buruk.

1. PLN

Pemerintah memberikan kompensasi atas penugasan PSO kepada PT PLN (Persero) sebesar Rp 49,46 triliun.

Namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020, pemerintah hanya menganggarkan Rp3,5 triliun untuk merealisasikan kebijakan membebaskan biaya listrik untuk pelanggan golongan 450 Voltampere (VA) dan memberikan potongan harga sebesar 50 persen untuk pelanggan golongan subsidi 900 VA selama 3 bulan.

“Sedangkan total piutang pemerintah kepada PLN sebelum COVID-19 terjadi mencapai Rp 49,46 triliun. Artinya ada Rp46,04 triliun yang dibayarkan pemerintah tidak terkait langsung dengan penanganan Covid-19,” ungkapnya.

2. Garuda Indonesia

Pemerintah memberikan dana talangan kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp 8,5 triliun. Alasannya dana tersebut diberikan karena Garuda Indonesia mengalami penurunan penumpang sebesar 95 persen di tengah pandemi Covid-19.

“Namun faktanya, Garuda Indonesia memiliki hutang jangka pendek yang jatuh tempo pada Juni 2020 senilai US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun ( dengan asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS),” bebernya.

Surat utang Garuda Indonesia dirilis perusahaan pada tahun 2015. Alokasi surat utang ini untuk membayar utang yang jatuh tempo pada tahun 2015 sebesar US$ 350 juta. Penerbitan sukuk global tahun 2015 itu dipergunakan untuk menutupi kerugian Garuda pada tahun 2014 sebesar 373 juta Dollar AS.

Dijelaskannya, mengacu laporan keuangan Garuda 2019, total kewajiban jangka pendek perusahaan mencapai US$ 3,26 miliar atau sekitar Rp 51 triliun, meningkat US$ 0,2 miliar dari tahun 2018 sebesar US$ 3,06 miliar.