Imbauan MUI terkait Jamaah Masjid Aolia Lebaran Duluan: Tidak Boleh Ibadah Mengikuti Orang yang Tidak Punya Ilmu

eramuslim.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespon kontroversi Jamaah Masjid Aolia Gunungkidul, Yogyakarta yang telah merayakan Lebaran atau menetapkan 1 Syawal 1445 H pada Jumat, 5 April 2024.

MUI menegaskan apa yang dilakukan Jamaah Masjid Aolia Gunungkidul, Yogyakarta merupakan suatu kesalahan.

Hal itu sampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh. Dia mengatakan apa yang dilakukan Jamaah Masjid Aolia Gunungkidul, Yogyakarta perlu diingatkan.

“Kasus di sebuah komunitas di Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan,” tegasnya dilansir dari laman resmi MUI, Senin, 8 April 2024.

KH Ni’am menjelaskan kepercayaan yang diyakini oleh Jama’ah Aolia tersebut perlu dikaji lebih lanjut.

Menurutnya jika hal tersebut merupakan ketidaktahuan masyarakat, maka harus segera diingatkan. Akan tetapi, jika praktik keagamaan tersebut dilakukan dengan sadar dan penuh keyakinan, maka hal tersebut dihukum haram.

“Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan,” sebutnya.

“Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram,” sambungnya.

Lebih lanjut, Kiai Ni’am juga menyampaikan bahwa penentuan terkait awal maupun akhir bulan Ramadhan ini telah ditentukan oleh syariat dan ada ilmunya. Maka tidak diperkenankan jika penentuannya berdasarkan dengan kejahilan.

“Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tidak punya ilmu di bidangnya,” ungkanya.

Seperti diketahui, ribuan jamaah Masjid Aolia melaksanakan salat Idul Fitri di sejumlah titik di Giriharjo baik Masjid Aolia dan kediaman Pimpinan Jamaah Masjid Aolia Raden Ibnu Hajar Pranolo di Dusun Panggang III.

Imam Jamaah Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu mengklaim jumlah pengikutnya tersebar di sejumlah provinsi, mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Papua bahkan luar negeri.

Pernyataannya makin kontroversi saat mengatakan penentuan 1 syawal setelah ‘Menelpon Allah’.

 

(Sumber: Pojoksatu)

Beri Komentar