Kasatgas IDI: Saya Ulangi, Lockdown Sekarang atau Berubah Mengerikan!

Bukan PSBB, tapi Lockdown

Hal senada juga disampaikan Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono.

“Kalau ada varian baru (India), bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tapi (harus) lockdown,” tegasnya.

Konsep lockdown yang dimaksud Tri adalah dengan menyesuaikan distribusi persebaran kasusnya. Misalnya saat ini terjadi ledakan di Kudus, Bangkalan, dan Jepara. Maka kabupaten-kabupaten itu harus di-lockdown.

“Tergantung distribusinya. Harusnya Kudus lockdown, Kabupaten Bangkalan juga. Provinsi DKI Jakarta juga harus di-lockdown,” sambungnya.

Tri juga menyesalkan perilaku masyarakat yang terkesan acuh dengan tetap berkumpul tanpa menerapkan protokol kesehatan. Artinya, kata Tri, secara tidak langsung masyarakat membiarkan dan ikut menciptakan kondisi kolaps terjadi.

“Silakan saja masyarakat kalau mau kolaps. Masyarakat ini juga minta ampun,” sesalnya.

Tri menyinggung saat mudik lebaran kemarin yang terjadi kerumunan meski pemerintah sudah menerapkan larangan mudik.

“Saya menangis, saya menangis. Melihat kerumunan, saya takut seperti ini. Seperti Kudus, Bangkalan, menyusul seperti Tangerang lalu Bandung, saya takut,” ungkapnya.

Menurutnya, saat dunia menghadapi varian baru Delta dari India, artinya dunia menghadapi musuh yang berbeda. Maka salah satu upaya yang paling efektif adalah lockdown.

“Dengan lockdown, anak muda akan berhenti kumpul-kumpul, kalau lockdown kan dikunci. Kita berhadapan dengan musuh berbeda. Kalau musuhnya sama okelah,” katanya.

Tri Yunis juga khawatir jika di hulu pemerintah tak menarik rem darurat, maka ketersediaan tempat tidur rumah sakit (BOR) akan semakin kritis.

“Ini saja sudah kolaps,” tandasnya. [Pojoksatu]