“Abi sudah lebih 30 tahun berjuang demi Islam di level infrastruktur, baik pendidikan maupun dakwah. Sekarang ada tawaran, abi masuk ke suprastruktur, partai politik.”
“Sebaiknya abi tetap di dakwah saja, biar sahabat lain yang di partai,” pinta Ibrahim, putranya.
Sang istri dan anak-anaknya yang lain juga senada, berharap Farid tak menerima pinangan Partai Dakwah Rakyat Indonesia menjadi ketua umum.
Farid masih menimbang-nimbang, sebab dirinya juga masih memunyai pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan.
Dia tengah bekerja sama dengan pengembang Perumahan Bukit Swiss, untuk menjajakan unit-unit kaplingan. Proyek itu sudah setengah jalan, dan penghasilan Farid dari situ bukannya sedikit.
Hasil diskusi keluarga itu dibawa Farid kepada kawan-kawannya. Namun, mereka berkukuh Farid menjadi Ketua Umum PDRI.
Salah satu yang berkeras adalah Ahmad Cholil Ridwan, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia sekaligus eks Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
“Sangat-sangat kita enggak ada pilihan lain kecuali antum.”
“Coba ke Ustaz Bachtiar Nasir,” jawab Farid Okbah.
Bachtiar Nasir dan tokoh muslim lainnya menolak. Tawaran kembali datang ke Farid Okbah.
“Saya bukan politikus, jadi saya enggak bakal tahu untuk jadikan ini negara,” halus Farid menolak, meski sejatinya dia sarjana Politik Islam.
Dirinya baru luluh dan menerima tawaran itu ketika salah satu petinggi PDRI datang menemuinya.
“Kalau misalnya saya harus sujud untuk Ustaz Farid jadi ketua umum, saya akan sujud.”
Keputusan Farid menerima tawaran menjadi Ketum PDRI berdampak terhadap proyek penjualan Perumahan Bukit Swiss. Dia diultimatum pihak pengembang.
“Mau pilih kita tetap kerja sama dengan syarat engkau harus berhenti dari politik, atau engkau pilih PDRI?”
“Ketika saya sudah jadi ketua, enggak ada kata mundur,” kata Farid, tegas.