Menkes: Flu Burung Sudah Endemik di 27 Provinsi

Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari menyatakan, flu burung sudah endemik di 27 provinsi di Indonesia dan delapan provinsi sebagai wilayah terinfeksi flu burung. Sampai tanggal 16 Juni jumlah confirm flu burung mencapai 52 kasus, dan 39 kasus di antaranya meninggal dengan angka kematian 75%.

Demikian Menkes di depan Rapat Kerja Panitia Ad Hoc III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipimpin Wakil Ketua PAH III DPD Faisal Mahmud (Sulawesi Tengah). Selain itu, hadir pula,Ketua PAH III DPD Muhammad Surya (Jawa Barat) dan Wakil Ketua PAH III DPD Nuzran Joher (Jambi), Raker berlangsung di ruang GBHN, Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6).di gedung DPD, Senin (19/6).

“Ini menunjukkan perlunya mengantisipasi Kejadian Luar Biasa (KLB) flu burung dari waktu ke waktu di daerah tersebut. Selama flu burung masih bersirkulasi dalam populasi binatang terutama unggas di Indonesia kemungkinan flu burung menjangkiti manusia tidak dapat dihindari,”katanya.

Menurut Menkes, flu burung merupakan jenis penyakit baru, ganas, dan mematikan yang pada perkembangannya 10 tahun yang lalu belum seperti sekarang. “Infeksi masih antar-unggas, tetapi sekarang sudah menjadi infeksi dari unggas ke manusia,”terang dia.

Dijelaskannya, flu burung berinfeksi dari manusia ke manusia dicirikan dengan tertularnya dokter dan suster yang menangani penderita flu burung. “Tidak gampang menyatakan flu burung sudah menular dari manusia ke manusia, termasuk yang terjadi di Desa Jandi Meriah, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo,” sambungnya.

Lebih lanjut, Siti Fadilah mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium virus, pasien yang meninggal terakhir dinyatakan jenis penularannya masih dari unggas ke manusia. “Memang berkembang pendapat di luar negeri bahwa telah terjadi infeksi dari manusia ke manusia di Indonesia. Padahal, tidak ada sama sekali. Masih dari unggas ke manusia,” papar Siti Fadilah.

Ia juga menyatakan, sampai detik ini belum ditemukan obat yang ampuh mengatasi penyakit flu burung. Adapun obat yang sudah ada seperti Tamiflu barulah efektif pada hari kesatu dan kedua pascaterinfeksi.

Ditambahkan, Indonesia mengalami kendala pemusnahan karena telah berkembang anggapan di tengah masyarakat bahwa pemusnahan ayam justru mengurangi asupan gizi masyarakat. Padahal, jika pemusnahan tidak segera dilaksanakan pandemi flu burung justru semakin gampang terjadi.

Siti Fadilah mensinyalir, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang bantuan hukum untuk kesehatan yang mengambil bagian dari kasus flu burung di Karo telah mengembangkan opini di tengah masyarakat untuk menolak setiap kebijakan pemerintah. “LSM ini selalu kontra dengan pemerintah,” katanya. (dina)