Nasib Penemu Obat Kanker di Indonesia, Ditelantarkan Usai Juara

Namun pasca meraih prestasi ini, nasib permen jelly anti kanker ciptaannya menjadi tidak menentu.

Pasalnya sokongan dana dan dukungan teknis tidak lagi tersedia untuk meneruskan riset itu sehingga permen jelly anti kanker ciptaannya bisa menjadi produk jadi yang siap diedarkan di masyarakat.

“Inovasi saya masih harus diuji pra klinis pada hewan dan uji klinis pada manusia. Begitu uji dosisnya dan itu semua butuh dana yang tidak sedikit.”

“Apalagi saya sekarang mahasiswa tingkat akhir, jadi sulit dapat dana hibah penelitiannya.” paparnya.

“Bantuan dana hanya ada waktu mau ikut lomba saja, setelah itu tidak ada bantuan, ya begitulah,” keluhnya kepada wartawan ABC Indonesia Iffah Nur Arifah.

Wimmy mengaku sedikit kecewa, namun tidak banyak yang bisa dia lakukan.

Beras analog anti kanker dari umbi Suweg ciptaan Chahyaning Aisyah, Khomsiyah dan Nanik Nor Laila meraih penghargaan The Winner Award (Excellent Award) dalam ajang PCCST International Science Fair di Phatthalung, di Thailand pada Januari 2019.

 

Beras analog anti kanker 

Pengalaman serupa juga dialami tiga siswi Sekolah Menengah Atas dan Unggulan (Hafsawati) Ponpes Zainul Hasan di Probolinggo, Jawa Timur yang mengembangkan beras analog anti kanker.

Chahyaning Aisyah, Khomsiyah Laili dan Nanik Nor Laila mengembangkan beras analog dari umbi bernama Suweg (Morphophallus Paeoniifolius) yang dicampur dengan sagu dan daun kelor (moringa).

Berdasarkan hasil penelitian, beras analog ini mampu mencegah penyakit Diabetes Melitus dan Kanker. Sebab, Indeks glikemik (IG) sangat rendah.

“Nilai IG rendah yang terkandung dalam beras analog terjadi karena kandungan serat pangan dan senyawa fenolik yang terkandung di dalam bahan bakunya.”

“Jadi bisa mencegah penyakit Diabetes Melitus dan Kanker,” kata Yenny Rahma, guru pembimbing dalam penelitian ini.

Inovasi mereka sukses meraih medali emas dalam event PCCST International Science Fair di Phatthalung, Thailand pertengahan Januari 2019.

Namun, serupa dengan inovasi permen jelly anti kanker, inovasi ketiga siswi asal Probolinggo ini juga terancam mangkrak karena tidak ada dukungan.

“Kami berharap inovasi ini bisa menjadi produk beras analog yang siap dipasarkan.”

“Tapi untuk sampai disana beras analog ini harus diteliti uji klinis pada hewan dan manusia dulu. Dan kendala yang kami hadapi seputar dana karena itu butuh dana yang cukup banyak.” katanya.

“Selain itu siswi kami yang dua juga sudah kuliah di universitas terpisah dan yang masih bersekolah disini tinggal satu orang.”

“Mereka juga sibuk dengan studi masing-masing, jadi kami kekurangan waktu dan SDM juga.” papar Yenny Rahma, guru pendamping penelitian ini.

Untuk mengupayakan dukungan dana dan sponsor, pihak sekolah kembali mengikutsertakan inovasi ini dalam beberapa event kejuaraan ilmiah, meski sempat meraih medali emas lagi, namun dukungan dana yang diharapkan hingga kini belum juga tersedia.