Gegara Pemerintah Kecanduan Ngutang, Indonesia Diambang Krisis

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp459,6 triliun per Mei 2021. Angka itu memang naik 3,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp444,6 triliun. Namun, jika dibandingkan penerimaan pajak Mei 2019, Rp496,65 triliun, angkanya turun 7,4 persen.

Hal ini juga terkait dengan kurang optimalnya penggunaan utang sebagai stimulus yang dapat memulihkan perekonomian dan memompa penerimaan.

“Kemampuan pemerintah dalam mendesain belanja yang belum terlalu optimal, saya kira ini menjadi semacam kesimpulan BPK. Mereka khawatir tidak hanya dalam kemampuan pembayaran tapi dalam penggunaan utang itu sendiri,” tuturnya.

Namun ia berpandangan peningkatan rasio utang pemerintah baik terhadap PDB maupun penerimaan negara masih cukup wajar di tengah kondisi pandemi covid-19.

Potensi gagal bayar juga masih sangat jauh sebab pengelolaan utang, dilihat dari penilaian yang dikeluarkan sejumlah lembaga pemeringkat utang, masih cenderung positif.

“Saya kira ini yang kemudian menjadi semacam kabar baik di tengah peningkatan utang pemerintah. Gagal bayar kecil kemungkinan akan terjadi,” jelasnya.

Sepakat dengan Yustinus, Rendy juga menilai pembiayaan APBN dengan skema burden sharing dengan BI cukup membantu pemerintah dalam menjaga risiko beban utang di tengah pandemi covid-19.

Bahkan, menurutnya, masih ada ruang bagi BI untuk melanjutkan kebijakan akomodatif tersebut di tahun berikutnya agar pemerintah tak perlu menanggung utang dengan bunga tinggi.

“Dulu sempat ada kekhawatiran kalau Bi ikut burden sharing akan kehilangan dan ada kekhawatiran bisa memicu inflasi karena ikut menambah likuiditas di dalam negeri. Ternyata kalau itu lihat tahun lalu itu tidak terjadi, inflasi malah justru rendah. BI juga tetap independen dalam kebijakan mereka,” tandasnya.[ljc]