Perpres Jokowi Wajib Pidato Bahasa Indonesia Dianggap Tidak Rasional

Dedi kembali menerangkan, relasi Internasional perlu dibangun dan bahasa merupakan salah satu unsur penting perekatnya. Menurutnya, kebijakan ini tidak seharusnya ada.

“Dengan aturan primordial-nasionalis (mengunggulkan bangsa sendiri-red) ini, pejabat publik yang cakap berbahasa internasional akan terganggu, tentu menjadi tidak leluasa, terlebih jika penerjemah tidak memiliki pengetahuan yang setara dengan orator, hematnya Presiden perlu mempertimbangkan kebijakan ini,” terangnya.

Analis Komunikasi Politik yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini khawatir, jika kebijakan ini justru bermuatan politis, semisal untuk membatasi pejabat daerah yang sering berinteraksi dengan negara-negara lain dan fasih berbahasa internasional.

“Semoga saja tidak demikian, bagaimanapun menunjukkan jika kita bisa berbahasa internasional itu baik untuk relasi internasional, presiden boleh berbahasa indonesia dalam pidato resmi, tetapi tidak perlu wajib, kecuali di dalam negara sendiri,” pungkasnya. [ts]