Ratusan Pendeta Dukung Demo Tolak Omnibus Law

Kata Adventus, dunia dan masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi pandemi COVID-19. Oleh karena itu, partisipasi publik tidak akan mungkin bisa berjalan maksimal.

“Padahal, pemerintah sendiri yang mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial sebagai langkah dan upaya memutus mata rantai penularan COVID-19,” katanya.

Ia menilai pemerintah terlihat sangat memanfaatkan momentum pandemi untuk melakukan tindakan politis tanpa partisipasi publik. Salah satunya, pada 12 Mei 2020, DPR bersama pemerintah telah menyetujui Revisi Undang Undang (RUU) Minerba menjadi Undang-Undang.

“Padahal, RUU Minerba itu merugikan masyarakat dan mengancam kelestarian lingkungan dan ekosistem di sekitarnya. RUU Minerba tersebut awalnya merupakan inisiatif DPR periode 2014-2019 yang kemudian dilanjutkan oleh DPR periode 2019-2024,” kata Adventus.

Hal serupa juga terjadi pada tanggal 2 Juli 2020, DPR menghapus Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dengan alasan “masih menuai polemik”.

“Jika DPR memiliki kehendak politik yang mengayomi warga negara, seharusnya RUU PKS disahkan sebagai payung hukum bagi mereka [korban] yang mengalami tindak kekerasan seksual dan sebagai upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual. Membahas dan mengesahkan RUU yang menguntungkan korporasi mudah, tapi membahas dan mengesahkan RUU untuk kepentingan luas warga negara selalu ada alasan menunda, bahkan mengeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas,” katanya.

Adventus mengatakan 104 pendeta rohaniwan/rohaniawati dari berbagai gereja terpanggil untuk bersuara menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Menurut mereka, jika Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini disahkan maka akan mengancam keselamatan lingkungan, mengancam ruang hidup warga/umat, dan mengabaikan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Suara para rohaniwan/rohaniawati gereja merupakan bagian dari tanggung jawab kami untuk mewujudkan Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC). Pernyataan sikap kami ini juga merupakan bentuk dari kepedulian gereja dan sebagai warga negara kepada sesama manusia dan lingkungan hidup, yang adalah ciptaan Tuhan,” katanya. []