Refly: Corona Tidak Membedakan Kerumunan Petamburan atau Kerumunan Gibran, Sama Saja!

“Jadi, kalau kita dalam perspektif darurat bencana nasional maka sebenarnya tidak beda antara kerumunan HRS dengan kerumunan pilkada. Karena dua-duanya adalah kerumunan yang bisa berpotensi untuk melanggar kedaruratan kesehatan masyarakat, Dan tentu saja dalam perspektif kesehatan kan sama berbahayanya,” kata Refly.

Refly heran jika ada pihak yang menilai kerumunan pilkada masih dimaklumi karena diatur dalam perundang-undangan. Ia mengingatkan banyak saran yang mendorong agar perhelatan Pilkada 2020 sebaiknya ditunda mengingat sedang pandemi COVID-19.

“Seolah-olah karena pilkada itu diatur dalam perundang-undangan, orang boleh berkerumun. Menurut saya justru awalnya banyak tuntutan untuk menunda pilkada, itu satu,” tuturnya.

Maka itu, dengan pilkada yang tak ditunda mestinya kerumunan bisa dihilangkan. Ia menyinggung komitmen kampanye di luar ruang yang mesti dibatasi.

“Tapi, kan faktanya adalah kita tidak aware dengan kondisi darurat kesehatan masyarakat yang kita nyatakan sendiri, Itu menurut saya persoalan,” ujarnya.

“Maka saya kira kalau kerumunan pilkada bermasalah maka tentu kerumunan swasta akan lebih bermasalah lagi. Kira-kira begitu,” kata Refly.

Sebelumnya, Polri menyampaikan agar kerumunan acara pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab tak disamakan dengan momen pendaftaran putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming sebagai calon wali kota Solo.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, kerumunan saat pendaftaran Gibran ke KPU adalah wewenang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Selain itu, pendaftaran pilkada itu memiliki peraturan perundang-undangan.

“Jangan samakan kasusnya. Ini kan ceritanya sekarang masalah apa, pentahapan (pendaftaran pilkada). Itu kan urusannya pilkada, ada siapa pengawasnya, (Bawaslu) iya. Jadi prosesnya kan ada, undang-undangnya kan ada, peraturan kan ada,” kata Awi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 18 November 2020.[]