Kasus Kerumunan, Refly Harun: Jika Jokowi Tak Bisa Ditangkap, Maka Bebaskan HRS!

eramuslim.com – Kunjungan Jokowi ke Maumere, yang menimbulkan kerumunan massa, banyak yang mempertanyakan rasa keadilan dalam penerapan hukum di rezim Jokowi ini.

Salah satunya dari ahli hukum Tatanegara Refly Harun, dikutip dari You Tube Channel beliau dengan judul “HRS, Jokowi dan Prokes” yang dirilis kemarin tanggal 25 Februari 2021,  mengatakan tindakan Jokowi jelas sekali telah melanggar prokes. dan hukum harus menerapkan rasa keadilan.

“Karena hukum itu  tidak  boleh hanya  terapkan hukum  positif saja tetapi harus ada rasa keadilan. tentu tidak mudah memproses kepala negara, karena berlaku pengecualian untuk Presiden daripada (penerapannya) ke rakyat biasa”, ujar Refly.

Ia mengatakan juga, bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi, hampir bisa disamakan dengan pelanggaran prokes yang dilakukan oleh Habib Rizieq Shihab (HRS).

“Sebagian masyarakat inginkan Jokowi diproses juga, karena telah  timbul kerumunan, dan melemparkan sesuatu yang menjadikan massa lebih antusias. bahkan (Jokowi) keluar dari mobil, dari sunroof, sehingga  massa makin berkerumun, maka sebagian orang mempertanyakan , lah seharusnya (jokowi) dikenakan pasal dari 3 UU,  pertama, UU  Karantina Kesehatan , kedua, UU Wabah Penyakit  Menular,. dan ketiga. KUHP. Dua UU  hanya diancam ringan saja, 1 tahun, tapi pasal penghasutan  pasal 160 KUHP yang dikenakan kepada HRS, pasal hukumannya mengancam 6 tahun, karena 6 tahun maka  bisa dikualifikasikan sebagai  tindakan  pidana berat, maka bisa ditahan. Itulah satu-satunya alasan kenapa HRS  bisa ditahan.”tambah Refly.

Lalu Refly membandingkan apa yang terjadi pada Jokowi dan HRS, apakah Jokowi sebagai Presiden RI bisa diterapkan sama dengan penahanan HRS.

” Pertanyaan adalah dengan  kerumunan yang nyaris sama (kerumunan HRS dan kerumunan Jokowi), dengan provokasi yang hampir sama. maka sebagian pihak menginginkan jokowi juga di proses polisi, dan mungkin diimajinasikan juga bisa ditangkap, ditahan pula , selama 20 hari dan  diperpanjang 40 hari hingga proses pengadilan. Pertanyaannya, apakah bisa seorang presiden dibegitukan? ini adalah pertanyaan hukum tataregara.” Ujar Refly.