Rupiah Terparah Sejak Krismon, IHSG Terburuk Di Asia

Faktor kedua adalah krisis nilai tukar di Turki dan Argentina. Pada perdagangan hari ini, lira melemah 1,1% melawan dolar AS di pasar spot. Sementara itu, peso anjlok hingga 12% pada perdagangan kemarin (30/8/2018).

Langkah bank sentral Argentina yang mendorong naik tingkat suku bunga acuan menjadi 60% dari yang sebelumnya 45% terbukti tidak ampuh untuk meredam pelemahan nilai tukar. Mengutip Reuters, para ekonom memang sudah lama menyuarakan pendapatnya bahwa nilai tukar peso sudah overvalue. Kini, normalisasi yang dilakukan oleh the Fed dan fundamental perekonomian yang memang tidak sehat membuat peso benar-benar tak berkutik melawan greenback.

Saat peso melemah signifikan, ada kekhawatiran utang luar negeri Argentina akan membengkak dan meningkatkan risiko gagal bayar. Per akhir Maret 2018 utang luar negeri Argentina tercatat sebesar US$ 253,74 miliar, naik 27,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada akhirnya, mata uang negara-negara berkembang ikut dilepas oleh investor, mendorong dolar AS menguat.

Selain karena pelemahan rupiah, investor enggan menyentuh pasar saham tanah air lantaran perang dagang antara AS dengan China yang kian panas. Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengatakan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk baru terhadap barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar pekan depan, segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir.

Sejauh ini, AS sudah 2 kali mengenakan bea masuk baru bagi produk-produk impor asal China dan keduanya sudah dibalas oleh Negeri Panda. Jika AS kembali menerapkan bea masuk baru, seragan balasan dari Beijing sepertinya menjadi tak terelakkan.

Seiring dengan berbagai sentimen negatif yang ada, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 62,9 miliar. [cnbc]