Serbuan Kopi Impor Bikin Petani Bumiputera Menjerit

“Berdasarkan informasi yang kami terima karena banyak kopi impor dari Vietnam yang masuk ke Indonesia dengan harga murah sehingga kopi lokal kalah, tetapi itu benar atau tidak kami belum tahu,” ujar Sudirman.

Selain mengeluhkan terjadinya penurunan harga, kalangan petani di daerah itu juga waswas karena banyak pedagang pengepul tidak membeli kopi mereka. Kalaupun ada yang membeli, tidak langsung dibayar tetapi menunggu kopinya dibeli toko kopi. Padahal, usaha menjadi petani kopi itu mayoritas dilakoni warga daerah itu dan sudah mereka tekuni secara turun-temurun dari orang tua.

Rendahnya harga jual biji kopi kali ini membuat petani tergoda untuk berpaling menanam aneka jenis sayuran yang saat ini harganya sedang mahal. Sebut saja cabai merah, cabai rawit, dan beberapa jenis sayuran lainnya yang harganya tinggi. Jika harga kopi terus anjlok, tidak menutup kemungkinan mereka akan beralih menanam tanaman palawija maupun jenis tanaman lainnya.

Masuknya kopi impor ke Indonesia juga disayangkan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI)Lampung. Tak hanya di Bengkulu, kopi Vietnam juga banyak ditemukan di Lampung.

Ketua AEKI Lampung, Juprius, kecewa dengan keberadaan kopi Vietnam tersebut. Menurutnya, harga kopi yang kian rendah membuat petani tercekik. Kalau harga terus turun seperti ini kasihan petani kopi Lampung, kata Juprius, belum lama ini.

Hingga akhir Juli, harga kopi Lampung mengalami penurunan 30 persen. Harga kopi sebelumnya Rp 25.000 per kilogram, tapi turun menjadi Rp 18.000 per kilogram. Untuk membantu petani, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung agar impor kopi dihentikan.

“Importir harusnya koordinasi dengan Pemprov untuk mengetahui alasannya harus impor, tidak adanya impor maka membantu petani kita mendapatkan harga yang bagus,” jelas Juprius.

Perihal ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM)menginginkan agar skala ekonomi petani kopi agar dapat ditingkatkan melalui wadah usaha, khususnya koperasi. Kemenkop dan UKM saat ini melakukan edukasi kepada petani agar memandang komoditas kopi sebagai sebuah industri. Dengan demikian, petani akan menyadari bahwa mereka ada dalam sebuah ekosistem dan berperan sebagai bagian utama dari proses bisnis kopi.

Petani kopi kalau hanya sendiri- sendiri dengan menawarkan produksi yang terbatas akan sulit bersaing mendapatkan harga tinggi. Lebih baik petani yang produksinya kecil berkumpul dan menjual produknya bersama lewat koperasi. Skala ekonominya lebih besar, kata Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, Victoria Simanungkalit, Selasa.