Inilah Surat Terbuka Dina Y Sulaeman Untuk KH. Arifin Ilham

Dina-Y-SulaemanEramuslim.com –  Dina Y Sulaeman yang mengaku sebagai seorang penulis yang cukup produktif yang secara khusus mencermati isu-isu Dunia Arab. Terkait respon Majlis Az Zikra terhadap aksi penyerangan gerombolan syiah, dimana KH. Arifin Ilham sempat meneriakkan jihad jika aparat penegak hukum tidak menuntaskannya, maka Dina Y Sulaeman menulis sebuah surat terbuka.

Semoga Dina Y Sulaeman juga menulis surat terbuka juga kepada gerombolan syiah yang menyerang Majlis Az Zikra, agar bisa dilihat pandangannya  proporsionalkah  atau memang berpihak kepada salah-satunya. Kita tunggu saja.

Inilah surat terbuka untuk KH. Arifin Ilham:

Yang saya hormati, Ustadz Arifin Ilham,

Assalamualaikum ww. Perkenalkan, saya Dina Y. Sulaeman, seorang ibu rumah tangga biasa, yang senang belajar dan menulis. Kecintaan saya untuk menuntut ilmu mendorong saya untuk kuliah lagi di program doktor Hubungan Internasional; sama sekali tak ada karir yang menuntut saya untuk itu. Tulisan-tulisan saya selama ini, kelihatannya cukup banyak diapresiasi orang; dalam arti, bukan tulisan ngawur. Bahkan ada tulisan saya yang sempat dimuat di majalah Az-Zikra yang Antum terbitkan, Ustadz.

Hanya saja, sejak saya aktif memberikan penjelasan tentang bagaimana sebenarnya konflik Suriah, saya tiba-tiba dimusuhi oleh kelompok-kelompok radikal pro-jihad Suriah. Dan tiba-tiba saja, seorang ibu rumah tangga seperti saya mendapat ‘kehormatan’ dinobatkan jadi “Tokoh Syiah Indonesia” oleh media-media pro-jihad Suriah, yang pemiliknya adalah teman-teman Antum sendiri, Ustadz. Meskipun isi artikel berjudul Tokoh Syiah itu fitnah, tapi setidaknya tiba-tiba saja ada gelar ‘tokoh’ dilekatkan kepada saya. Siapa tahu gelar ini (meskipun ngawur), membuat saya dianggap sah untuk lancang menyurati seorang tokoh besar seperti Antum.

Ada pesan penting yang ingin saya sampaikan kepada Antum, Ustadz. Tolong, ingatlah lagi kronologi konflik Suriah, dengan mengaitkannya pada konflik Libya. Mengapa? Karena saya tahu, Antum sangat dirugikan oleh konflik Libya. Saya baca berita tahun 2011, bantuan dari Libya untuk yayasan Antum terputus gara-gara perang.

Saya juga beberapa kali menulis tentang Libya. Salah satu pegangan utama saya adalah kata-kata antum di Facebook, Ustadz, yaitu bahwa sesungguhnya Presiden Qaddafi adalah seorang hafiz Quran dan sangat consern pada Islam. Ini yang antum tulis waktu itu Ustadz:

“Alhamdulillah, sudah 3 X ke Libya, & 2 X sholat berjamaah di lapangan Moratania & Lapangan Tripoli sholat berjamaah yg dihadiri 873 ulama seluruh dunia & rakyat Libya, dg Imam langsung Muammar Qoddafy, bacaan panjang hampir 100 ayat AlBaqoroh, sbgn besar jamaah menangis, sebelumnya syahadat 456 muallaf dari suku2 Afrika, & dakwah beliau sll mengingatkan ttg ancaman Zionis & Barat, Pemimpin Arab boneka AS, selamatkan Palestina, Afghan & Irak…inilah kesanku pd almarhum, sahabatku FIllah.”

Pernyataan Antum itu mematahkan tuduhan kaum ‘mujahidin’ Libya (yang disebarkan juga oleh media-media pro-jihad di Indonesia) bahwa Qaddafi adalah thoghut, kafir, musuh Islam; dan membuktikan kebohongan gerakan jihad mereka.

Saat konflik Libya baru meletus, data yang bisa saya dapat sangat sedikit, karena terhambatnya arus informasi dari sana (tapi kemudian segalanya menjadi jelas setelah ada jurnalis-jurnalis independen yang nekad masuk ke sana dengan taruhan nyawa). Di awal, saya pakai data-data dari PBB, bahwa HDI dan GDP Libya adalah tertinggi di Afrika (artinya, Libya adalah negara yang sangat-sangat makmur). Kesaksian beberapa orang yang pernah di Libya juga menambah keyakinan saya bahwa data ini sama sekali tidak cocok dengan skenario ‘gelombang demokratisasi’. Terlepas dari keburukan alm. Qaddafi (yang digambarkan media massa Barat, jadi saya tidak tahu pasti benar-tidaknya, Antum yang lebih kenal alm. Qaddafi, Ustadz), fakta tak terbantahkan adalah beliau menggunakan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Bila seluruh rakyat diberi gratis rumah, mobil, kesehatan, sekolah, berpendapatan US$ 14.600 per kapita, untuk apa lagi mereka menuntut Qaddafi mundur? Bahwa ada kelompok oposisi yang sakit hati dan ingin merebut kekuasaan, itu wajar saja. Tapi isu bahwa SELURUH rakyat Libya menghendaki demokrasi (atau berjihad melawan Qaddafi yang ‘kafir’), bahkan mengundang bantuan NATO, jelas omong kosong. Berita foto dan video yang dikirim jurnalis independen, misalnya Nazemroaya dari Kanada, justru menunjukkan demo luar biasa besar di Tripoli, menolak NATO. Tapi tak ada media mainstream yang mau memberitakan kebenaran ini.

Setelah NATO membombardir Libya pada Maret 2011 (dan yang hancur sebagian besar justru infrastruktur dan bangunan sipil), proyek rekonstruksi dan eksplorasi minyak, jatuh ke tangan negara-negara Barat. Bahkan, setelah Barat membekukan dana Libya di bank-bank luar negeri (dan tidak mengembalikannya ke rakyat Libya), Barat pula yang menawarkan hutang kepada pemerintah baru Libya, untuk biaya membangun kembali Libya yang sudah hancur lebur dibom NATO.

Sebagai orang yang sangat erat berhubungan dengan Libya, Antum pasti sepakat dengan saya, bahwa alm. Presiden Qaddafi dan sebagian besar rakyat Libya telah dizalimi oleh NATO.

Poin pentingnya adalah: NATO tidak punya legitimasi untuk mengirim pasukan ke Libya, kalau tidak ada persetujuan PBB. Dan mengapa PBB menyetujui? Salah satu alasannya, karena ada segelintir orang Libya yang berteriak-teriak meminta bantuan internasional karena mengaku telah terjadi PEMBUNUHAN MASSAL di Libya oleh Qaddafi.

Siapa segelintir orang Libya itu, Ustadz? Antum pasti tahu, mereka adalah kelompok yang menyebut diri sedang berjihad. Mereka adalah Al-Qaida Libya.

Cerita selanjutnya, inilah yang tidak banyak diketahui orang. Pasukan Al Qaida Libya kemudian datang ke Suriah, untuk melatih orang-orang lokal Suriah (dan milisi yang berdatangan dari Irak), agar mereka melakukan skenario yang sama dengan Libya. Ini sama sekali bukan teori konspirasi. Datanya valid berdasarkan standar akademis, saya menuliskannya di buku saya Prahara Suriah. Saya sebut salah satu nama, Mahdi al-Harati, tokoh jihad Libya yang kemudian melatih milisi Liwaa al-Tauhid di Suriah.

Ketika Bashar Assad tidak berhasil digulingkan dengan ‘demonstrasi damai’ ala Kairo, pasukan militan yang dilatih milisi Libya pun angkat senjata. Isu yang dipakai sontak berubah. Bila tadinya ‘demokrasi’, kini ‘khilafah Islam’.

Dalam 2-3 kasus pembunuhan massal di suatu wilayah yang dituduhkan kepada Assad (saya sebut ‘dituduhkan’ karena kemudian hasil penyelidikan PBB menunjukkan aksi-aksi sadis itu bukan dilakukan tentara Assad), para milisi inilah yang berteriak mengundang Humanitarian Intervention (agar NATO juga menyerbu Suriah). Tapi selalu gagal. Pertama karena investigasi PBB kali ini lebih hati-hati (tidak seperti kasus Libya, PBB telah melakukan pelanggaran prosedur yang sangat serius – ini sudah diteliti dalam disertasi seorang doktor Hubungan Internasional Unpad).

Kedua, karena opini publik internasional kini lebih waspada. Mereka sudah melihat hasil akhir serangan NATO di Libya. Jadi, mereka tidak lagi mau tertipu skenario yang sama. Tak heran bila banyak demo-demo di negara Barat yang menyeru agar AS dan NATO tidak serang Suriah.

Dan ketiga, adanya veto dari China dan Rusia. Sebabnya, mereka tidak mau rugi dua kali. Di Libya, mereka kehilangan kesempatan untuk mengeruk sumber daya alam karena sudah dikuasai Barat. Baik Libya maupun Suriah, adalah negara kaya minyak dan gas. Negara-negara NATO tidak akan mau meluncurkan perang (yang memakan biaya milyaran dollar), bila tidak ada prospek rampasan perang yang jauh berlipat ganda, yaitu minyak dan gas.

Dari kacamata geopolitik seperti ini, sebenarnya konflik Suriah dan Libya itu sangat mudah dipahami. Tidak lebih dari desain negara-negara kaya untuk menggulingkan rezim yang ‘keras kepala’ dan ‘tidak bisa diatur’, lalu menggantikannya dengan pemerintah boneka yang dengan mudah memberikan konsesi migas kepada Barat.

Tetapi, di sebagian kalangan kaum muslimin, peta yang terang-benderang ini tidak terbaca. Dan efek perang nun jauh di sana, merembet hingga ke Indonesia Mengapa? Karena mereka dibutakan oleh isu sektarian: Qaddafi itu thogut dan kafir, Assad itu Syiah, membantai Sunni; Syiah itu kafir dan sesat; Lihat bagaimana Suriah hancur karena Syiah, karena itu umat Islam di Indonesia harus berjihad melawan Syiah.

Narasi seperti ini begitu masif disebarluaskan, demi kelanjutan Perang Suriah. Ketika milisi-milisi jihad tidak berhasil mengalahkan tentara nasional, narasi ini dimanfaatkan untuk menggalang dana dan pasukan ‘mujahidin’ dari berbagai penjuru negara, termasuk Indonesia. Sejak awal perang pun, ada ribuan pasukan asing yang terlibat, di antaranya milisi Libya dan Irak. Jadi sejak awal, perang Suriah tidak bisa lagi disebut perang antara oposisi melawan rezim; karena yang bergabung dalam oposisi, sebagian besar justru pasukan asing.

Siapakah yang jadi korban terbesar, Ustadz?

Tak lain, kaum Ahlussunnah atau 74% rakyat Suriah. Jumlah penganut Syiah di Suriah hanya 16%, sisanya Kristen, Druze, Yahudi. Dengan komposisi demografi seperti itu, sulit untuk menyebut Syiah menindas Sunni. Dengan cara apa? Dasar negara Suriah pun, tercantum di UUD-nya adalah nasionalis Arab-sosialis. Militer Suriah dan menteri di Kabinet Assad, sebagian besar diisi oleh Ahlussunnah. Jihadis ISIS sekarang tidak lagi sekedar menyasar Syiah, tapi juga Sunni, Kristen, Druze, atau sesama mujahidin tapi beda ‘aliran’. Bahwa sekarang Iran dan Hizbullah (yang kebetulan Syiah) ikut terjun ke Perang Suriah melawan ISIS, sangat layak dianalisis dari sisi geopolitik (jadi, tidak dianalisis dari kacamata kebencian mazhab). Yaitu, demi menghalangi gerakan ISIS agar tidak meluas ke Beirut dan Teheran.

Ustadz Arifin yang saya hormati,

Atas semua kejadian di Libya dan Suriah itu, saya menjadi sangat khawatir dan sedih saat membaca pernyataan Antum menyerukan jihad melawan Syiah. Tak mungkin ustadz semulia Antum yang gencar menyebarkan zikir, ingin negeri ini juga hancur lebur seperti Libya dan Suriah. Saat konflik Suriah, banyak ustadz (tapi kebanyakan tinggal di di luar Suriah) yang menyerukan jihad melawan Syiah. Gejala ini juga muncul di Indonesia. Akhir-akhir ini, betapa maraknya majlis-majlis, spanduk, dan buku anti Syiah di  berbagai penjuru negeri ini. Sangat jelas tujuan gerakan ini, yaitu ingin mengeskalasi kebencian publik terhadap Syiah. Proyek anti-Syiah semasif ini, pasti butuh dana sangat besar. Siapakah donaturnya? Antum pasti tahu Ustadz, saya saja tahu siapa.

Lalu, pada 12 Februari 2015, gong pun sudah Antum bunyikan: mari kita jihad melawan Syiah!

Saya mohon, Ustadz, cobalah Antum melihat lagi peta geopolitiknya. Dalam konflik di Libya dan Suriah, ada ulama-ulama yang bertanggung jawab: mereka mengkafirkan Qaddafi, mengkafirkan Assad, lalu menyerukan jihad. Dan yang turun ke lapangan untuk bertempur adalah muslimin yang merasa sedang berjihad melawan sesama muslim (tapi dituduh kafir). Lalu, setelah kaum muslimin saling gontok-gontokan, yang datang mengeruk kekayaan alam adalah korporasi-korporasi transnasional. Tidakkah ini puncak keabsurdan?

Antum adalah ulama, Ustadz. Antum juga seorang ayah. Dan saya adalah seorang ibu rumah tangga. Saya mohon, Antum sejenak membayangkan bila anak-anak kita harus sengsara dan menjadi pengungsi, seperti jutaan anak-anak Suriah (dan Libya) hari ini. Dan ini pun dalam skala kecil sudah terjadi, Ustadz. Ada 300-an orang Syiah, warga Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, yang sejak 2012 hidup di pengungsian hingga hari ini, setelah sebelumnya rumah dan ternak mereka dibakar massa. Tidakkah kasih sayang zikir yang Antum lantunkan, melingkupi mereka, Ustadz?

Ustadz, kenanglah lagi betapa alm. Qaddafi yang Antum cintai telah dihancurkan melalui skenario seperti ini.

Wassalamualaikum ww.

Bandung, 16/2/2015,

Dina Y. Sulaeman

(rz)