Ustadzah Kingkin: Ketika Bunga Dibalas Borgol

“Sekarang, penjara dimana-mana sudah penuh, kelebihan penghuni (over kapasitas) sudah 208 persen. Bahkan di kota-kota besar sudah 300 persen. Maka, peruntukkanlah penjara bagi para penjahat saja, bukan untuk orang yang berbeda pendapat,” kata Jimly.

Jimly lebih setuju merespons kalangan yang berbeda pendapat dengan cara dialog, bukan ditangkap, diborgol, dan ditahan. “Mereka yang beda pendapat cukup diajak dialog dengan hikmah untuk pencerahan,” kata Jimly.

Mantan menteri era Abdurrachman Wahid (Gus Dur) dan Joko Widodo, Rizal Ramli, menilai jika tujuan memborgol para aktivis untuk memberikan efek jera, itu telah gagal. Menurut dia yang terjadi justru sebaliknya, menjatuhkan nama baik kepolisian.

“Kapolri, Mas Idham Azis mungkin maksudnya memborgol Jumhur, Syahganda dan kawan-kawan supaya ada efek jera. Tetapi itu tidak akan efektif dan merusak image Polri, ternyata hanya jadi alat kekuasaan — it’s to far off-side ! Mereka bukan terorist atau koruptor,” kata Rizal Ramli.

Melalui media sosial, Rizal Ramli yang selama ini getol mengkritik kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi, mengingatkan tentang cita-cita kepolisian setelah dwi fungsi ABRI dihapuskan. Ketika itu, pemerintah menginginkan Polri menjadi lembaga yang benar-benar mengayomi masyarakat.

“Ketika pemerintahan Gus Dur, Menko RR dan Menko SBY, memisahkan Polri dari TNI, kami membayangkan Polri akan dicintai karena jadi pengayom rakyat. Hari-hari ini kami tidak menyangka Polri jadi multi-fungsi.. too much, pake borgol-borgol aktivis segala. Nora aa,” kata Rizal Ramli.

Hati politikus Andi Arief yang juga mantan aktivis 98 remuk redam melihat, terutama Syahganda dan Jumhur, dipertontonkan ke publik seperti penjahat.

Andi Arief mengingatkan bahwa Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat ikut berkontribusi pada perjuangan reformasi.

“Saya sedih dan menangis melihat Syahganda dan Jumhur Hidayat dan kawan-kawan dipertontonkan ke muka umum seperti teroris. Mereka berdua ada jasanya dalam perjuangan reformasi. UU ITE tidak tepat diperlakukan begitu, bahkan untuk kasusnya juga tidak tepat disangkakan,” kata Andi Arief.

Melalui media sosial, Andi Arief yang sejak awal mengkritik keras pengesahan UU Cipta Kerja serta tindakan aparat dalam menangani warga demonstrasi, menuntut omnibus law dibatalkan dan yang aktivis yang ditangkap segera dibebaskan.

Menurut dia, negara sebaiknya konsentrasi pada penanganan pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi, yang menjadi salah satu akar masalah.

“Inti masalah pokok beberapa bulan ini pandemi dan resesi yang butuh dukungan luas rakyat,” kata Anfi Arief.

Polisi tunjukkan bukti

Jumhur disebut polisi mengunggah konten kebencian dan berita bohong bernuansa SARA di media sosial yang mengakibatkan terjadinya anarkisme dan vandalisme dalam unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja.

“JH modusnya mengunggah konten ujaran kebencian di akun Twitter milik JH,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).