Ada Pisang, Monyet, dan Eskavator di Sentul

Apa yang dilakukan RG sejak tinggal menetap di kawasan Sentul, tepatnya Bojong Koneng, bukanlah seperti layaknya orang Jakarta memiliki vila-vila mewah di kawasan Puncak.

Rumahnya lebih tepat disebut gubuk panggung. Ini dikarenakan kemiringan tanahnya yang tidak cocok untuk dijadikan rumah beton.

Dengan bentuk rumah panggung, maka air buangan atau air hujan dapat terserap tanah 100 persen karena tidak tertutup beton. Sehingga tidak merusak keseimbangan neraca air yang dapat menyebabkan longsor dan banjir.

Selama lebih dari 10 tahun hidup di situ RG menanam ribuan pohon pinus yang kini tingginya sudah menantang langit. Juga tanaman hias seperti Anggrek, Hanjuang, Nona Makan Sirih, pohon buah-buahan dan lain-lain. RG mengkreasikan hutannya sendiri, di mana dia merasa menemukan kehidupan sejatinya.

Dia bukan hanya melakukan konservasi alam, melainkan preservasi lingkungan, yaitu upaya untuk mempertahankan kondisi saat ini dari suatu wilayah, unit biologis atau ekosistem agar tidak dirusak oleh aktivitas manusia.

Hari ini sulit menemukan orang  kota yang masih serius memikirkan kelestarian lingkungan seperti RG. Sama sulitnya menemukan pemandangan pisang setandan dalam kondangan betawi di Jakarta.

Kehidupan metropolitan yang materialistik membawa nilai-nilai baru, seperti keindahan dan kemegahan kota, efisiensi, serta mengutamakan profit yang pelan-pelan menggerus nilai-nilai lama. Kehidupan tidak lagi dipandu oleh moral dan kebaikan tapi bagaimana manusia harus selalu tunduk pada aturan kekuasaan yang mengutamakan keuntungan material.

Monyet-monyet yang sering mampir di gubuk panggung RG pun harus tunduk pada kekuasaan, manakala eskavator yang hari ini sedang bekerja di depan mata RG mengancam ketersediaan makanannya, pisang setandan. Eskavator, dalam makna positif dan negatif, cara bekerjanya adalah menggaruk bumi.

Menggaruk bumi adalah lambang kesombongan modal dan kekuasaan. Seperti halnya senjata mematikan, eskavator yang dikendalikan oleh moral maka dia akan bekerja untuk kebaikan manusia seperti digunakan dalam normalisasi atau regularisasi sungai.

Tetapi ketika dikendalikan oleh nafsu keuntungan bisnis semata maka dia akan digunakan untuk merobohkan pohon-pohon hutan, merusak ekosistem dan menyingkirkan kehidupan sebagian manusia lainnya.