Dari Omnibus sampai Kediri: ‘Boneka di Era Mirip Tragedi Mataram’

Banyak undang-undang kini dibikin sesuai kepentingan asing/aseng. Undang-undang Migas dan seterusnya. Kini Omnibus Law jadi momok mengerikan karena semakin menguntungkan perusahaan/tenaga kerja asing/aseng. Sedang buruh yang merana kian dihinakan harkatnya.

Undang-undang Pers-nya diserobot sehingga dominasi modal asing/aseng bakal berkuasa. Undang-undang dipaketkan jadi satu dalam aneka selera penguasa, padahal dasar berpikirnya berbeda-beda.

Di zaman Paku Buwono II elite penguasanya juga berkomplot dengan asing/aseng, sehingga ekonomi dikuasai oleh VOC. Raja tiada daya karena terdesak oleh perang tahta dengan saudara sendiri yang didalangi maskapai perdagangan Belanda itu.

Dalam Perjanjian 1743 raja yang telah goyah kekuasaannya dan kehilangan kepercayaan rakyat ditekan oleh VOC untuk bikin “undang-undang” yang sangat fatal, sehingga memukul dan mematikan perdagangan laut masyarakat Jawa dengan ditandatanganinya Perjanjian Ponorogo antara raja yang lagi ngungsi di Ponorogo dengan VOC.

Dalam perjanjian tragis itu raja bak boneka belaka, karena menyetujui perjanjian yang menyatakan:

Pertama: Pengangkatan bupati terutama di pesisir harus dengan restu VOC.

Kedua: Rakyat Mataram tidak boleh bikin perahu.

Ketiga: Dalam mengangkat Patih Dalem (menteri & panglima) calon yang akan diangkat oleh raja harus lebih dulu mendapat persetujuan VOC.

Keempat: Perdagangan (perekonomian) termasuk infrastruktur seperti pelabuhan mutlak dikuasai oleh VOC.

Saking mengenaskan kondisi ini banyak kalangan menyebutnya Tragedi Mataram. Adakah paralelisme historis dari kejadian ini dengan situasi di era sekarang ?

Orang Perancis berkata:

L’Histoire se Repete

Sejarah Mengulang Dirinya Sendiri.(*end/rmol)

Penulis: Arief Gunawan