Dr Abdul Chair: Hukum Kerasukan Roh Jahat

Hukum tidak lagi mampu mendistribusikan hukuman sesuai hukum. Interaksi hukum dengan hukuman ditentukan oleh komunikasi hukum dengan penguasa. Determinasi kekuasaan menentukan arah hukum dan sekaligus distribusi hukuman. Kekuasaan yang menciptakan mata angin hukum. Padahal, hukum tidak memiliki mata dan memang benar demikian, dalam hukum tidak ada manusia. Hukum tidak pula memiliki arah mata angin. Arah hukum tidak ke kanan, tidak ke kiri, tidak ke depan, dan tidak ke belakang. Tidak pula arah hukum ke bawah maupun ke atas. Arah hukum adalah hukum itu sendiri. Hukum berdiri tidak mengambil posisi dan tidak pula berubah posisinya. Itulah makna dalam hukum tidak ada manusia. Jika dalam hukum ada manusia, maka dalam hukum ada pula kekuasaan dan itu membahayakan hukum.

Namun kenyataannya sejak lama hukum menjadi partikel kekuasan. Sebagai partikel, tidak aneh apabila hukum dalam prosesnya berjalan parsial. Parsialnya hukum semakin diperburuk dengan sistem klasterisasi delik. Secara bersamaan delik menjadi komoditi untuk ditransplantasikan. Transplantasi dan klasterisasi menjadikan hukum sebagai satelit yang memancarkan gelombang elektromagnetik kekuasaan. Gelombang elektromagnetik itu kemudian menjadi delik sesuai tingkatan frekuensinya. Selanjutnya frekuensi itu menentukan pula klasterisasi delik. Klasterisasi delik menunjuk pada siapa saja calon penghuninya. Tentu sebelumnya sudah didentifikasi agar memudahkan proses registrasi saat memasuki blok klasterisasi.